Lirik lagunya mengajak kita merenungkan ulang esensi kemanusiaan. Siapa pun pasti mengakui bahwa dunia ini jauh dari sempurna. Orang-orang yang kita jumpai, juga tidak sempurna. Namun yang menjadi tujuan dalam hidup ini adalah membangun harmoni. Sebab di situlah terdapat rahasia sempurna yang sejati.
Ebony dan Ivory pada perangkat piano menjadi metafora indah dalam menggambarkan lahirnya lagu-lagu yang menggetarkan kalbu. Sejak ditemukan hingga kini, dari perangkat piano telah lahir karya-karya yang menggetarkan umat manusia.
Agama dan Moderasi Beragama
Ebony dan Ivory juga adalah metafora indah dalam menggambarkan perjalanan bangsa ini sejak belum "menjadi" hingga bernama Indonesia. Sejauh mata memandang, hingga peringatan kemerdekaan keseratus pada 2045 kelak, perekat bernama toleransi adalah tuah sakti rahasia kebesaran Indonesia.
Dalam tataran apa pun, termasuk kehidupan beragama, tuah itu tak akan kehilangan kesaktiannya. Sebab, kemanusiaan tak pelak lagi adalah salah satu esensi dalam beragama. Kemanusiaan teramat diyakini sebagai fitrah agama yang tak terabaikan.
Setiap orang yang menempuh jalan bijak akan tiba pada kesadaran sederhana bahwa Tuhan bukan Thanos--sang penghancur di jagat komik yang terkenal itu. Melainkan diyakini bahwa Dia menurunkan agama justru untuk meindungi dan memuliakan kemanusiaan.
Dalam aspek praktik hidup, K.H. Maimoen Zubair pernah menyampaikan ungkapan yang teramat mengena. Ia berkata, “Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah, barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akhirat”.
Petikan ini menggarisbawahi relasi tak terpisahkan antara agama dan kemunusiaan. Oleh sebab itu moderasi dengan makna "sesuatu yang terbaik", sesungguhnya adalah sebuah pencapaian terbaik dalam perjalananan manusia menemukan diri sebagai makhluk beragama.
Peran-peran untuk Kemuliaan Kemanusiaan dan Agama
Tanpa kita sadari dan kerap alpa bersyukur, Indonesia dianugerahi kekayaan religiusitas yang melebihi limpah tambang-tambang emas atau batubara. Bahkan melampaui kekayaan potensi energi terbarukan yang terentang dari Sabang hingga Merauke.
Negara melalui KEMENAG telah mengarungi perjalanan sepanjang bangsa ini berdiri untuk menjaga dan merawatnya. Tentu terkandung dinamika kelembagaan dan aneka tafsir dan persepsi dari masyarakat. Namun, kita percaya perani-peran yang diemban sebagai "moderator" antarpemeluk agama akan terus berlangsung dengan baik.
Peran kita dibutuhkan, untuk menjaga negara agar tidak melahirkan regulasi apa pun dengan sentimen agama apa pun yang diskriminatif. Kehadiran negara pada keharusannya adalah memfasilitasi, bukan mendiskriminasi.