Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merawat Jiwa Agar Semakin Bercahaya

19 September 2016   23:30 Diperbarui: 20 September 2016   00:14 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukan sekadar kartu jaminan kesehatan, ada panggilan untuk bagi kita untuk turut merawat jiwa agar teta[ bercahaya (Foto: @angtekkhun)

Dalam artikelnya bertajuk Pembawa Lentera, kolomnis Gede Prama menuturkan sebuah penggalan cerita menarik. Dikisahkan tentang seorang ibu muda yang memiliki putra yang mengalami autis. Ia tidak sibuk menyalahkan Tuan, melainkan bertindak nyata merawat putranya seindah melayani malaikat yang tak bersayap.

Soal uang? Sudah banyak yang dihabiskan olehnya guna berobat. Soal tenaga? Ibu muda ini pantang lelah, bahkan meninggalkan dunia kerjanya. Tidak ada kepastian mengenai kesembuhan sang anak, tapi satu hal terjadi, tulis Gede Prama, jiwa ibu muda ini semakin bercahaya dari hari ke hari.

Itulah latar yang membayang saat kami sekeluarga mendaftarkan diri untuk mengikuti BPJS Kesehatan. Bukan karena kami berlimpah harta dan bingung harus bagaimana membelanjakan uang, lalu "iseng-iseng berhadiah" membayar iuran di ini. Namun sebaliknya, bila Anda bukan ahli waris tahta sebuah kerajaan bisnis, Anda harus "menjaminkan keberlangsungan kesehatan Anda".

Sekeluarga dalam lindungan jaminan kesehatan (Foto: @angtekkhun)
Sekeluarga dalam lindungan jaminan kesehatan (Foto: @angtekkhun)
Ketika BPJS Kesehatan belum “lahir”, saya sangat tertolong oleh asuransi kesehatan yang disediakan pihak kantor. Opname selama sekian lama, tak memberi beban psikologis yang kian memberatkan kesembuhan. Demikian pula saat harus menjalani sebuah operasi, selembar kartu asuransi memberi napas lega dan ketenteraman batin.

Ada tiga hal terbersit dalam benak saat membaca beberapa pemberitaan. Kompas.com menulis, "Defisit BPJS Kesehatan Diprediksi Mencapai Rp 7 Triliun Tahun Ini". Pertama, BPJS Kesehatan adalah produk untuk masa depan, bagi anak dan cucu-cucu siapa pun. Impian sebuah negara untuk memiliki jaminan sosial, niscaya untuk diwujudkan. Meskipun kita tahu, kelahirannya yang tergesa mengandung konsekuensi logis jauh dari kesempurnaan bagi sebuah sistem. Namun, program ini sudah menjadi pahlawan bagi banyak orang.

Kedua, karena lembaga ini nonprofit, dan bersandarkan spirit gotong royong semata, maka keluhan atas kenaikan tarif belum lama ini, bukanlah kondisi untuk ditepis sebagai angin lalu. Sebagaimana arisan dalam kehidupan keseharian kita, konsekuensi dari minimnya peserta jelas berbanding lurus dengan jumlah uang yang diperoleh.

Apa yang ditulis oleh Ira Guslina melalui artikel di blognya ini, mengempas saya pada kesadaran yang selama ini tertelungkup. Mengutip paparan Maya Amiamy Rusady, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, ilustrasi konkret berikut selayaknyamembuka lebar mata kita:

Ilustrasi yang cukup menghenyak (Skrinsut: http://duniabiza.com)
Ilustrasi yang cukup menghenyak (Skrinsut: http://duniabiza.com)
Melonjaknya klaim pada periode awal sebuah sistem jaminan sosial adalah hal lumrah, di mana akses berobat yang luas akan membuka pintu tertolongnya orang-orang yang selama ini diabaikan dalam derita, dan membangun kesadaran untuk memberi perhatian dini pada gelagat datangnya gangguan kesehatan.

Iuran BPJS Kesehatan niscaya tidak akan naik dan menggegerkan, bahkan mungkin suatu kekika kelak akan turun, apabila mendapatkan dukungan konkret sangat luas tanpa kecuali.

Ketiga, tanpa bermaksud meremehkan kondisi ekonomi siapa pun, tarif baru perbulan sebesar Rp30.000 (Kelas III), Rp51.000 (Kelas II), dan Rp80.000 (Kelas I), rasanya sangat layak untuk "dikorbankan" untuk menjadi punggawa pengawal masa depan kesehatan Anda sekeluarga. Bahkan, nilai ini kian menjadi "remah-remah" bagi siapa pun yang datang dari kalangan menengah dan kelas atas dalam strata sosial kita.

Membangun sistem bagi kemaslahatan masyarakat luas bernama Indonesia (Foto: @angtekkhun)
Membangun sistem bagi kemaslahatan masyarakat luas bernama Indonesia (Foto: @angtekkhun)
Keengganan. Tampaknya inilah pintu yang butuh diketuk untuk memanggil orang-orang untuk bangun. Di sisi lain, harus diakui bahwa dengan mendaftarkan diri dan keluarga, Anda tidak akan memeroleh gelar pahlawan. Namun, sebagaimana ibu muda dalam cerita di atas, ada panggilan yang lebih sublim, yaitu bagaimana merawat jiwa Anda agar semakin bercahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun