Ketika menulis tentang perbedaan khasyah dan khauf, ada satu pembahasan yang menarik di buku tafsir yang saya baca, yaitu mengapa pada ayat didahulukan khauf (rasa takut) daripada huzn- (rasa sedih). Penasaran kan? Mari kita bahas...
Allah Subnahu wa Ta'l berfirman:
"Siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati." (Al-Baqarah [2]: 38)
Dalam R al-Ma'n, al-ls menjelaskan bahwa khauf (takut) adalah cemas terhadap masa depan, sedangkan huzn (sedih) adalah gelisah terhadap masa lalu[1].
Kenapa disebutkan takut dulu baru sedih? Karena menghilangkan ketakutan akan masa depan itu lebih penting daripada menghilangkan kesedihan atas masa lalu[2].
---
Akhir-akhir ini sedang ramai pembahasan overthinking. Kita dihadapkan pada dua jurang: takut akan masa depan dan sedih atas masa lalu. Ternyata dari dulu Allah sudah membahas dua sisi overthinking ini.
Gimana cara menghilangkan takut dan cemas ini? Mari kita ikuti petunjuk yang telah Rasulullah sampaikan terkait overthinking ini:
: : "" .
"Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah lemah. Apabila sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata: 'Seandainya aku melakukan ini, niscaya akan terjadi demikian dan demikian,' tetapi katakanlah: 'Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan.' Sebab, kata 'seandainya' akan membuka pintu perbuatan setan." (HR. Muslim)[3]
Kalau kita tafsirkan dengan konsep dichotomy of control dari Stoikisme, maka:
- "Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu" adalah perintah untuk fokus pada apa yang bisa kita kendalikan.
- "Mintalah pertolongan kepada Allah" adalah perintah untuk tidak memedulikan hal-hal di luar kendali kita dan menyerahkannya pada Allah.
- "Janganlah lemah" adalah perintah untuk memaksimalkan apa yang bisa kita kendalikan.
- "Apabila sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata: 'Seandainya aku melakukan ini, niscaya akan terjadi demikian dan demikian,'" adalah perintah untuk tidak menyesali masa lalu karena itu di luar kendali kita.
- Dan apa pun yang terjadi pada akhirnya, kita rida pada keputusan Allah dengan mengucapkan: "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan." Ini adalah konsep "hidup di masa kini" dalam Stoikisme.
Begitulah, guys. Jadi, mari kita ikuti anjuran Rasulullah tentang dichotomy of control agar kita tidak overthinking tentang masa depan dan masa lalu. Ganbatte, mina-san!