Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Prosesi Pemakaman di Kampung Kami

5 Oktober 2025   11:20 Diperbarui: 5 Oktober 2025   11:20 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sementara di rumah kecil Pak Jaya, meski masih tergadai, setiap malam terdengar suara yang menembus keheningan kampung: lantunan ayat suci dari bibir anak-anaknya, doa lirih dari istrinya yang tak pernah absen mendoakan almarhum. Rumah sederhana itu tetap hidup oleh kasih, meski tanpa kemewahan.

Dan saat itu saya mengerti. Bukan karangan bunga, bukan papan kayu, bukan kemegahan yang akan bertahan setelah kita mati. Yang benar-benar abadi adalah doa dari hati yang mencinta, dan kasih sayang yang terus mengalir meski jasad telah tiada.

Bunga memang layu, papan memang runtuh. Tapi doa---ia tetap melangit, menembus malam, dan menjaga nama orang yang pernah kita sayangi agar tak pernah hilang dari ingatan.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun