Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sidik Jari: Jejak Ilmiah Isyarat Ilahi

10 Mei 2025   19:28 Diperbarui: 10 Mei 2025   19:28 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://takrimulquran.org/sidik-jari-dan-identitas-seseorang/

Dalam dunia forensik modern, sidik jari telah berkembang jauh melampaui fungsinya sebagai alat identifikasi. Kini, teknologi memungkinkan para ilmuwan mengurai informasi biokimia yang tersembunyi dalam pola unik di ujung jari manusia. Melalui metode seperti mass spectrometry dan chemical fingerprinting, kita dapat mengetahui apa yang pernah disentuh atau dikonsumsi seseorang—dari residu obat-obatan, bahan peledak, hingga alkohol dan nikotin. Hal ini membuktikan bahwa tangan manusia secara literal menyimpan jejak perilaku.

Yang mengejutkan, konsep ini telah lebih dulu dikabarkan oleh Al-Qur’an lebih dari 1.400 tahun yang lalu. Dalam Surah Yasin ayat 65, Allah SWT berfirman: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Ayat tersebut bukan sekadar metafora keadilan ilahiah. Ia juga merupakan pernyataan bahwa anggota tubuh manusia akan menjadi saksi—mengungkap kebenaran yang tak dapat dimanipulasi oleh lisan manusia. Dalam konteks forensik kontemporer, kita dapat melihat bagaimana sidik jari bukan hanya membuktikan identitas, tetapi juga menyimpan catatan perilaku, seolah menjadi "lidah diam" yang akan bersuara kelak di akhirat.

Menarik untuk direnungkan pula bahwa dalam bahasa Arab, kata "ṣidq" (صدق) berarti jujur, benar, dan tulus. Kata inilah yang menjadi akar dari istilah “sidik” dalam bahasa Indonesia. Maka, "sidik jari" secara etimologis tidak hanya mengandung makna ilmiah, tetapi juga nilai moral: sidik jari adalah jejak kejujuran kita, atau sebaliknya, rekam jejak kebohongan dan dosa kita. Dalam hal ini, makna kata dan simbolik saling memperkaya.

Al-Qur’an menegaskan kesaksian tubuh ini dalam banyak ayat. Dalam Surah An-Nur ayat 24 disebutkan: “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap mereka atas apa yang dahulu mereka kerjakan.”. Kemudian dalam Surah Fussilat ayat 20–21 bahkan kulit pun menjadi saksi: “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi atas kami?’ Kulit mereka menjawab, ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berbicara telah menjadikan kami dapat berbicara.’”

Ayat-ayat di atas mempertegas bahwa tubuh manusia menyimpan memori moral dan spiritual. Bukan hanya tangan, tetapi juga kulit, pendengaran, dan penglihatan menjadi pengarsip amal manusia. Ketika ilmu pengetahuan kini menunjukkan bahwa kulit—termasuk ujung jari—menyimpan senyawa kimia hasil aktivitas kita, kita menyaksikan bagaimana Al-Qur’an telah lebih dulu memberikan isyarat tentang hal tersebut secara menakjubkan.

Fakta tersebut telah  menuntun kita untuk bersikap reflektif. Jika tubuh kita kelak bersaksi, pertanyaannya adalah: apa yang akan dikatakan oleh jari-jari kita? Apakah mereka akan mengungkap kebaikan, atau justru membeberkan keburukan yang kita sembunyikan selama ini?

Maka, refleksi terhadap fenomena ini membawa kita pada kesadaran mendalam tentang pentingnya istiqamah dalam kebenaran (ṣidq). Tidak cukup sekadar melakukan kebaikan sesaat; yang lebih penting adalah menjaga keistiqamahan dalam kejujuran dan ketakwaan hingga akhir hayat. Sebab, seperti sabda Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya."  (HR. Bukhari).

Banyak orang memulai hidup dengan baik, namun tidak menjaga konsistensinya hingga akhir. Hati manusia mudah berubah, dan karena itulah kita diperintahkan untuk senantiasa memohon petunjuk dengan doa: "اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ" . "Tunjukilah kami jalan yang lurus.".  Doa ini mencerminkan kerendahan hati seorang hamba, agar tetap berada di jalan kebenaran hingga sidik jarinya kelak dapat bersaksi dengan jujur: bahwa ia pernah digunakan untuk mencatat, menolong, dan menebar kebaikan.

Akhirnya, ketika ilmu pengetahuan modern menjelaskan bagaimana sidik jari dapat “berbicara” tentang siapa kita dan apa yang kita lakukan, umat Islam diingatkan untuk tidak mengabaikan peringatan Al-Qur’an. Sains dan wahyu tidak perlu dipertentangkan; justru keduanya saling menguatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun