Alief, anak bungsu tetangga saya, baru berusia 9 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia sangat antusias mengikuti pawai obor yang diselenggarakan oleh Remaja Masjid di kompleks perumahannya. Momen ini selalu menjadi favoritnya, karena ia bisa berkeliling sambil menyanyikan lagu "Marhaban Ya Ramadan" dengan iringan alat musik sederhana.
Namun, ada sedikit perbedaan tahun ini. Biasanya pawai obor dilakukan beberapa hari sebelum Ramadan tiba, tetapi karena hujan terus mengguyur pada malam-malam sebelumnya, pawai baru bisa dilaksanakan setelah tarawih di malam pertama Ramadan. Alief tetap bersemangat, bahkan terlalu bersemangat! Ia melompat-lompat, bernyanyi kencang, dan berlari ke sana kemari sambil mengayun-ayunkan obornya. Wajahnya sumringah, seolah ia adalah pemimpin pasukan obor yang sedang melakukan parade besar.
Akan tetapi, kesenangan itu ada konsekuensinya. Begitu pawai selesai, Alief pulang ke rumah dengan tubuh yang lelah luar biasa. Setelah mencuci kaki dan ganti baju, ia langsung merebahkan diri di kasur dan terlelap dalam hitungan detik.
Ketika tiba waktunya sahur, orang tuanya mulai membangunkannya dengan lembut. "Alief, bangun, nak. Waktunya sahur," ujar ibunya sambil menggoyangkan tubuhnya pelan.
Namun, Alief hanya menggeliat dan bergumam, "Lima menit lagi..." sebelum kembali mendengkur.
Lima menit kemudian, ayahnya mencoba taktik baru. "Alief, kalau nggak bangun sekarang, nanti kamu nggak kuat puasa, lho!" tetap saja, respons yang didapat hanya gumaman tak jelas.
Ibunya mencoba cara lain. "Nak, di meja ada ayam goreng favoritmu, lho!"
Alief masih tak bergeming. Mata tetap terpejam, dan mulutnya malah mengeluarkan suara mendengkur yang semakin lantang. Keluarganya mulai pasrah. Sahur tinggal sebentar lagi, tapi Alief tetap tak tergoyahkan.
Akhirnya, azan Subuh hampir berkumandang. Saat itu juga suara marbot masjid terdengar dari pengeras suara, "Sudah masuk waktu imsak..."
"Hah?!" Alief mendadak bangun dengan ekspresi panik. Ia melihat jam, lalu berlari ke meja makan. Namun, harapannya untuk makan sahur dengan lahap harus pupus. Semua makanan sudah dirapikan. Yang tersisa hanya segelas susu dan sepotong roti.