Mohon tunggu...
Kholida ZiaHusnah
Kholida ZiaHusnah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Aktif di UMM

Prodi Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Kenaikan Harga Pupuk dan Obat-obatan Pertanian terhadap Petani

17 Januari 2022   01:53 Diperbarui: 17 Januari 2022   01:59 2327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kenaikan harga pupuk dan obat-obatan pertanian dimulai sejak 2021 lalu, namun sudah mulai terasa 3 bulan belakangan. mulai dari pupuk subsidi dan pupuk nonsubsidi mengalami kenaikan harga, tidak hanya itu obat-obatan pertanian juga mengalami kenaikan harga.

Serikat Petani Indonesia (SPI) memberitahukan harga pupuk non-subsidi kini mengalami kenaikan mencapai 100 persen di minggu pertama bulan Januari 2022. Kenaikan ini terjadi cukup signifikan, sebagai contoh harga pupuk NPK Mutiara yang awalnya  berada di posisi harga Rp400.000 per sak, kini mencapai Rp600.000 bahkan lebih juga harga pupuk Urea yang mulanya Rp265.000 naik hingga Rp560.000 per saknya. Selain harga pupuk dan obat-obatan pertanian mengalami kenaikan, upah buruh tani juga mengalami kenaikan. Hal ini tentu saja menjadi keresahan para petani, dikarenakan terjadinya kenaikan pada biaya produksi sedangkan harga penjualannya komoditasnya cenderung tetap.

"keuntungan yang diperoleh tentu saja mengalami penurunan, untungnya komoditas yang sedang saya jual ini harganya lumayan sehingga masih mendapatkan keuntungan walaupun cukup tipis. Bayangkan saja jika komoditas yang sedang dijual harganya sedang turun dipasar, otomatis petani mendapatkan keuntungan yang sangat-sangat sedikit, worst case scenario adalah kerugian yang cukup besar" ucap slamet salah satu petani pemasok buah pepaya, di toko-toko buah banjarbaru, kalimantan selatan.

Menurut pak Slamet, keuntungan yang diperoleh cukup mengalami penurunan. Walaupun harga komoditas yang dijual cukup tinggi namun tingkat biaya produksi yang juga semakin tinggi sehingga menjadi penyebab kenapa para petani mendapatkan laba yang sangat tipis.

kenaikan pupuk nonsubsidi ini dikarenakan, adanya naiknya biaya produksi, naiknya upah tenaga kerja, naiknya harga suku cadang alat produksi, dan terjadi kelangkaan sementara kebutuhan terus meningkat. Sementara kenaikan harga pupuk subsidi dikarenakan adanya keterbatasan anggaran pemerintah. Dimana jika dilihat dari kebutuhan 5 tahun terakhir, kebutuhan pupuk bagi petani sampai di titik 22,57 - 26,18 juta ton senilai Rp 63-65 triliun, sedangkan anggaran pemerintah hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebesar 8,87 juta- 9,55 juta ton yang mana senilai dengan nilai anggaran yang hanya Rp 25-32 triliun. Berkurangnya alokasi dana anggaram pemerintah ini dikarenakan anggaran pemerintah berfokus untuk COVID-19.

Solusi yang dapat dilakukan petani yaitu dengan cara mengganti pupuk pabrikan dengan memfermentasikan pupuk kandang, sehingga tanah tidak terlalu bergantung dengan pupuk pabrik. Solusi lain yang dapat dilakukan petani untuk mengatasi obat-obatan pertanian yang harganya juga naik yaitu dengan membuat obat-obatan pertanian secara mandiri, dengan memanfaatkan bahan di alam disekitar. Misalnya dengan mengolah tanaman gadung (Dioscorea hispida) menjadi pestisida alami sehingga penggunaan pestisida pabrik dikurangi. Contoh lainnya adalah dengan menanam seraiwangi sebagai pembatas lahan, sehingga tanaman tidak diserang hama tikus, metode ini dapat digunakan untuk menjadi pengganti racun tikus pertanian. Dengan ini biaya produksi dapat ditekan, paling tidak untuk sementara waktu sembari menunggu harga kembali membaik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun