Mohon tunggu...
khoirul anisah
khoirul anisah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswi

UNISNU

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kondisi Siswa Berkebutuhan Khusus dan Pola Interaksi dengan Siswa dalam Setting Sekolah Inklusi

20 Juni 2021   01:41 Diperbarui: 20 Juni 2021   02:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pengertian Siswa Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa. Anak dengan kebutuhankhusus
(special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) ataumangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya (Desiningrum, 2016).


Jenis Kondisi Siswa Berkebutuhan Khusus
Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis-jenis anak
berkebutuhan khusus, sebagai berikut:
1. Anak Tuna Netra
Anak tuna netra adalah anak yang mempunyai kelainan dalam indra penglihatan. Meskipun indra penglihatannya bermasalah, intelegensi yang mereka miliki masih dalam taraf normal.
2. Anak Tuna Rungu
Anak tuna rungu adalah anak yang mempunyai kelainan pada pendengarannya. Mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi terhadap orang lain terhadap lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran. Anak tuna rungu dibagi menjadi 2 yaitu, tuli (the deaf), dan kurang dengar (hard of hearing) (Wirawan Sarwono Sarlito, 2010).
3. Anak Tuna Daksa
Anak tuna daksa adalah anak yang mempunyai kelainan pada tubuhnya yakni kelumpuhan. Anak yang mengalami kelumpuhan ini disebabkan karena polio dan gangguan pada syaraf motoriknya (Wirawan Sarwono Sarlito, 2010).
4. Anak Tuna Wicara

Anak tuna wicara adalah anak yang mengalami kelainan pada proses berbicara atau berbahasa. Anak yang seperti ini mengalami kesulitan dalam berbahasa atau berbicara sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang lain (Wirawan Sarwono Sarlito, 2010).
5. Kelainan Emosi
Kelainan emosi adalah anak yang mengalami gangguan pada tingkat emosinya. Hal ini berhubungan dengan masalah psikologisnya. Anak yang mengalami kelainan emosi ini dibagi menjadi 2 macam yaitu: Gangguan Prilaku dan Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
6. Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental adalah anak yang memiliki mental yang sangat rendah, selalu membutuhkan bantuan orang lain karena tidak mampu mengurus dirinya sendiri, kecerdasannya terbatas, apatis, serta perhatiannya labil. Berdasarkan intelegensinya, anak yang terbelakang mentalnya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Idiot, yaitu anak yang paling rendah taraf intelegensinya (IQ > 20)
b. Imbesil, yaitu anak yang mempunyai (IQ 20-50)
c. Debil atau moron, yaitu anak yang mempunyai (IQ 50-70), keterbelakangan Debil tidak separah dua jenis diatas. Perkembangan jiwanya dapat mencapai hingga 10 tahun. Orang Debil ini dapat memenuhi kebutuhannya sendiri (Wirawan Sarwono Sarlito,2010).
7. Psikoneurosis
Anak yang mengalami psikoneurosis pada dasarnya adalah anak yang normal. Mereka hanya mengalami ketegangan pribadi yang terus menerus, selain itu mereka tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri sehingga ketegangan tersebut tidak kunjung reda.
Psikoneurosis ini dibagi menjadi 3 yaitu: Psikoneurosis kekhawatiran, Histeris,
Psikoneurosis obsesif.
8. Psikosis
Psikosis disebut juga dengan kelainan kepribadian yang besar karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut tidak dapat hidup dengan normal (Wirawan Sarwono Sarlito, 2010).
9. Psikopathi

Psikopathi adalah kelainan tingkah laku, maksudnya penderita psikopathi ini tidak dapat memperdulikan norma-norma sosial. Mereka selalu berbuat semaunya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain, hingga sering sekali merugikan orang lain. Dan penderita psikopathi ini tidak menyadari adanya kelainan pada dirinya (Wirawan
Sarwono Sarlito, 2010).
10. Anak Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang disematkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami permasalahan seputar intelegensi. DiIndonesia istilah tunagrahita merupakan pengelompokan dari beberapa anak berkebutuhan khusus, namun dalam bidang pendidikan mereka memiliki hambatan yang sama dikarenakan permasalahan intelegensi. Adapun klasifikasi berdasarkan tingkat intelegensi adalah Ringan (IQ 65- 80), Sedang (IQ 50-65), Berat (IQ 35-50), Sangat berat (IQ 35-0) (Khairun Nisa & Sambira dkk, 2018).
11. Anak Tunalaras
Anak tunalaras merupakan konteks dengan batasan-batasan yang sangat rumit tentang anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku, dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia menyebut anak tunalaras mengalami permasalahan pada perilaku, sosial, dan
emosional. Berdasar pada permasalahan tersebut, anak tunalaras dapat mengalami dampak yang sangat besar jika tidak mendapatkan layanan secara khusus. (Khairun Nisa & Sambira dkk, 2018).
12. Anak cerdas dan bakat istimewa
Anak berbakat dan kecerdasan istimewa memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. istilah anak berbakat memiliki kesamaan dengan istilah-istilah asing, yang mana dapat diartikan bahwa anak berbakat merupakan anak yang memiliki kemampuan atau talenta di atas rata-rata anak pada umumnya. Serupa dengan anak dengan kecerdasan istimewa yang memiliki kecerdasan di atas IQ rata-rata
anak pada umumnya. Namun, anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa memang mengalami perkembangan yang cepat pada aspek tertentu, tapi bukan berarti hal tersebut tidak membawa ancaman negatif terhadap aspek sosial emosional mereka, namun tentu dapat berakibat fatal jika mereka mengalami kegagalan, hal yang dapat terjadi adalah
menutup diri, stress tinggi, sampai dengan bunuh diri dapat pada anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa yang mengalami kegagalan. Oleh karena itu, selain layanan untukmenunjang kecerdasan dan bakat mereka memerlukan layanan konseling serta
pendampingan untuk memperkuat sisi sosial emosional mereka (Khairun Nisa & Sambira dkk, 2018).


Pola Interaksi Dengan Siswa Dalam Seting Sekolah Inkluisi
Pola interaksi sosial adalah desain dan cara kerja teratur yang memodifikasi kondisi hubungan sosial dinamis, yang terjadi baik antar individu maupun individu dengan kelompok dan dapat diterima dalam waktu yang sama. Pola interaksi sosial dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. pola interaksi asosiatif, proses yang mendorong dicapainya akomodasi, kerjasama, dan asimilasi, yang selanjutnya menciptakan keteraturan social.
2. pola interaksi disasosiatif, proses yang mengarah pada terciptanya bentuk-bentuk hubungan sosial berupa persaingan (kompetisi), kontravensi ataupun konflik (pertikaian), yang pada akhirnya menghambat keteraturan sosial.

Bentuk pola interaksi sosial meliputi 3 jenis, yaitu
1. Pola Interaksi Individu dengan Individu. Dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang menyebabkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi.
2. Pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat. Harold Leavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal, yaitu pola lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus. Terbatasnya hubungan antaranggota pada pola ini bukan karena otoritas pemimpin, melainkan keterbatasan wawasan setiap anggota dalam berhubungan karena adat istiadat dalam masyarakat. Oleh karena itu, pola garis lurus biasanya menyangkut aspek-aspek kehidupan yang khusus.
3. Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya (Ekawati, Y., Wandasari, Y.Y. 2012).


DAFTAR PUSTAKA
Desiningrum, 2016. PsPsikologi Anak Berkebutuhan Khusus. ikosain:Yogyakarta.

Ekawati, Y., Wandasari, Y.Y. 2012. Perkembangan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusi: Ditinjau dari Perspektif Ibu. Jurnal Psikologi Indonesia 1(1): 31-38.

Nisa, Khairun & Sambira dkk. 2018. Karakteristik dan Kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus. Abadimas Adi Buana. Vol. 02. No. 1.

Sarlito, Wirawan Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun