OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pemandangan ini akrab di banyak kantor: Rekan kerja yang tiba-tiba berubah menjadi malaikat paling patuh saat atasan muncul. Setiap katanya meluncur bagai madu, memuji setiap ide, dan mengiyakan setiap keputusan---bahkan yang jelas-jelas keliru. Inilah wajah paling ekstrem dari "Sugar Coating".
Di tengah persaingan karier yang ganas, sugar coating kerap bertransformasi dari sekadar basa-basi menjadi strategi manipulasi berkelas. Namun, untuk memahaminya secara mendalam, kita harus melihatnya bukan sekadar sebagai masalah moral, tetapi sebagai gejala pertarungan dalam "ekonomi perhatian" kantor modern.
1. Ekonomi Perhatian: Mata Uang Baru di Kantor yang Ganas
Dalam dunia yang dibanjiri informasi, perhatian atasan adalah sumber daya yang paling langka dan berharga. Para sugar coater adalah spekulan ulung di pasar ini. Mereka menjual komoditas yang paling laku: "kemudahan kognitif".
Mereka menyuguhkan kepatuhan dan pujian yang mudah dicerna, menghibur, dan membangkitkan ego. Sebaliknya, profesional yang kompeten seringkali menjual "produktivitas" yang membutuhkan usaha lebih untuk dipahami---laporan yang kritis, data yang kompleks, atau masukan yang tidak selalu menyenangkan.
Di sinilah garis itu kabur:
- Kecerdasan Sosial yang Autentik bertujuan untuk mempermudah kolaborasi dan mengedepankan kebenaran.
- Sugar Coating yang Manipulatif adalah strategi untuk memonopoli perhatian. Ia fokus pada sanjungan personal ("Hanya Bapak/Ibu yang bisa berpikir sevisioner ini!") dengan tujuan tunggal: mengamankan posisi dan privilege.
Data berbicara keras. Laporan Global Gallup 2023 mengungkap bahwa hanya 23% karyawan di Asia Tenggara yang merasa benar-benar terlibat di pekerjaan mereka. Salah satu pemicu utamanya? Persepsi kuat akan ketidakadilan---di mana sistem penghargaan lebih memihak pada mereka yang "terlihat" sibuk dan patuh, daripada yang benar-benar menghasilkan.
2. Mengapa Shortcut Manis Adalah Investasi Bodong yang Pasti Bangkrut
Mengapa praktik ini bertahan? Karena dalam sistem yang cacat, sugar coating terlihat seperti investasi yang masuk akal. Namun, ini adalah investasi bodong.
Sebuah studi longitudinal oleh Corporate Executive Board (CEB) menemukan fakta mencengangkan: karyawan yang promosinya terutama didorong oleh political skill tanpa kompetensi memadai, 50% lebih mungkin gagal memenuhi target kinerja dalam 18 bulan pertama mereka menjabat.