Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Nasi Gandhul: Dari Warisan Kuliner Pati ke Pahlawan Gizi Sekolah

2 Oktober 2025   18:23 Diperbarui: 2 Oktober 2025   18:28 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasi gandhul. asset_pikiran_rakyat_com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah bukan sekadar kebijakan pemenuhan gizi, melainkan momentum strategis untuk mengangkat pangan lokal sebagai pilar ketahanan nasional. Sebagaimana ditekankan Dr. Tan Shot Yen dalam audiensi dengan DPR, "80% isi menu MBG sebaiknya berasal dari pangan lokal khas daerah. Saya ingin anak Papua makan ikan kuah asam. Saya ingin anak Sulawesi makan kapurung."

Lalu, apa yang dapat diusung oleh Pati, kabupaten agraris di pesisir utara Jawa Tengah, untuk menjawab seruan ini? Jawabannya terletak pada warisan kuliner yang telah mengakar: Nasi Gandhul.

Pati: Lumbung Pangan yang Menanti Sentuhan Kebijakan

Secara potensi, Pati bagaikan miniatur ketahanan pangan nasional. Data BPS Jawa Tengah (2024) mencatat luas panen padi Pati mencapai 96.537 hektar dengan produktivitas 6,21 ton gabah kering giling per hektar. Didukung oleh komoditas jagung, kedelai, kacang hijau, dan ketela, basis karbohidrat daerah ini sangat kokoh. Sektor protein juga tak kalah kuat, dengan populasi ayam pedaging (>15 juta ekor/tahun), ayam petelur, kambing, serta hasil laut seperti bandeng dan ikan tangkapan lain dari perairan Jawa.

Namun, potensi ini seringkali kalah bersaing dengan narasi pangan modern. Anak-anak lebih akrab dengan burger dan nugget ketimbang tempe mendoan atau gadon jagung. Padahal, dalam perspektif ekologi pangan (Suhardjo, 2012), pangan lokal bukan hanya penyedia energi, tetapi juga penopang keberlanjutan sosial, budaya, dan ekonomi daerah.

Nasi Gandhul: Menu Lokal Berstandar Gizi Nasional

Nasi gandhul---nasi putih yang disajikan dengan kuah santan kental berbumbu rempah lengkap dan daging sapi atau ayam---lebih dari sekadar hidangan lezat. Ia adalah paket gizi seimbang yang siap dioptimalkan.

Berdasarkan analisis proksimat yang dirujuk dari Data Komposisi Pangan Indonesia, satu porsi nasi gandhul (300 gram) dapat memenuhi:

  • Energi: 450-550 kkal (sekitar 25% kebutuhan anak sekolah sehari)
  • Protein: 18-25 gram (dari daging dan telur, setara dengan 40-50% kebutuhan)
  • Karbohidrat: 60-70 gram
  • Lemak: 15-20 gram (dapat dioptimalkan dengan modifikasi santan)

Kandungan serat, vitamin, dan mineral dapat ditingkatkan dengan penambahan sayuran seperti wortel, buncis, dan daun salam koja dalam kuah. Sejumlah studi, termasuk penelitian intervensi berbasis pangan lokal oleh Rospita (2019), membuktikan bahwa konsumsi pangan tradisional yang kaya rempah selama 30 hari mampu meningkatkan status gizi dan imunitas balita secara signifikan.

Keunggulan terbesarnya adalah faktor penerimaan. Nasi gandhul sudah menjadi bagian dari memori kuliner anak-anak Pati, sehingga minim penolakan dan tidak memerlukan masa adaptasi yang panjang.

Diversifikasi Menu: Menggali Kekayaan Kuliner Pati

Agar tidak monoton, Pati memiliki banyak pangan lokal yang dapat dirotasi dalam menu MBG:

  • Sumber Karbohidrat: Nasi jagung, nasi sorgum, atau ubi rebus.
  • Sumber Protein Hewani: Soto ayam "Kemiri" Pati (kuah santan), bandeng presto tanpa duri, telur bacem, atau empal gembuk (daging sapi gepuk).
  • Sumber Protein Nabati: Tempe mendoan, tahu bacem, dan kacang tolo goreng dari kedelai dan kacang-kacangan lokal.
  • Buah dan Sayuran: Jambu air, mangga, rambutan, pepaya, dan bayar atau kangkung.

Kajian diversifikasi pangan lokal (Astuti, 2021) menegaskan bahwa rotasi menu semacam ini tidak hanya mencegah kebosanan, tetapi juga menjamin asupan zat gizi mikro yang lebih beragam.

Dampak Ekonomi: Menggerakkan Roda Perekonomian Daerah

Mengintegrasikan nasi gandhul dan kuliner Pati lainnya ke dalam MBG akan menciptakan efek berganda (multiplier effect) yang nyata.

  • Petani & Peternak: Tercipta pasar yang stabil untuk padi, jagung, kedelai, serta hasil ternak ayam dan sapi.
  • Nelayan: Permintaan yang rutin untuk bandeng dan ikan tangkapan lainnya.
  • UMKM: Bangkitnya usaha tempe, tahu, bumbu tradisional, dan katering sekolah yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Dengan menerapkan rantai pasok pendek---misalnya melalui Koperasi Produsen Pangan Pati---bahan baku lebih segar, harga lebih terjangkau, dan dana pemerintah berputar di dalam daerah. Model ini selaras dengan kebijakan ketahanan pangan berbasis kemandirian (Suryana, 2003).

Tantangan Implementasi dan Strategi Mengatasinya

Potensi besar ini harus diiringi dengan antisipasi yang matang.

  1. Optimasi Gizi: Untuk mengontrol lemak jenuh, dapat digunakan santan encer atau campuran santan dengan susu skim. Porsi sayuran harus diperbanyak, dan penggunaan gula serta garam perlu dibatasi.
  2. Biaya & Anggaran: Menu daging dapat dirotasi dengan menu berbahan dasar telur, tempe, tahu, dan ikan bandeng yang lebih ekonomis. Sistem pre-order dengan petani dapat menekan biaya pokok.
  3. Logistik & Keamanan Pangan: Perlu dibentuk hub logistik di tingkat kecamatan untuk menampung dan mendistribusikan bahan baku segar. Pelatihan Good Manufacturing Practices (GMP) bagi vendor sekolah sangat penting untuk menjamin keamanan higienitas.
  4. Edukasi & Sosialisasi: Kampanye "Bangga Makan Lokal" dapat dilakukan melalui media sosial, pentas seni, dan pelibatan orang tua dalam workshop gizi. Integrasi materi kuliner lokal ke dalam muatan lokal di sekolah akan menanamkan kesadaran sejak dini.

Penutup: Dari Warisan Menuju Masa Depan

Nasi gandhul bukan sekadar sajian di warung makan. Ia adalah simbol identitas, solusi gizi yang terbukti, dan penggerak ekonomi kerakyatan. Dengan dukungan politik yang konkret, kolaborasi antar-dinas, dan komitmen seluruh masyarakat, Pati tidak hanya dapat memenuhi seruan Program MBG, tetapi juga menjadi model nasional bagi daerah-daerah lain.

Pati siap. Nasi Gandhul siap. Kini, tantangannya ada di tangan kita: apakah kita siap mengubah warisan kuliner menjadi investasi kesehatan dan kemandirian bagi generasi mendatang?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun