Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dari "Job Hugging" ke "Tepa Selira": Membaca Krisis Makna Kerja dengan Kearifan Pitutur Jawa

25 September 2025   16:25 Diperbarui: 25 September 2025   16:30 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

Hilangnya "Tepa Selira" dalam Hubungan Industrial

Fenomena job hugging juga menandai defisit tepa selira (tenggang rasa) dalam ekosistem ketenagakerjaan. "Sebagaimana yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka," begitu bunyi salah satu wejangan.

Di satu sisi, perusahaan mungkin menuntut loyalitas tetapi lupa menciptakan lingkungan yang menghargai dan memanusiakan karyawan. Upah mungkin diberikan, tetapi pengakuan, peluang berkembang, dan rasa aman psikologis seringkali terabaikan. Di sisi lain, pekerja yang hanya bertahan untuk gaji tanpa memberikan kontribusi terbaiknya juga telah kehilangan rasa tepa selira terhadap tujuan dan kelangsungan perusahaan tempatnya bernaung.

Menyalakan Kembali "Urup" dalam Bekerja

Makna kerja yang sejati, menurut filsafat hidup Jawa, adalah ketika ia bisa menjadi sarana untuk "urup"---untuk menyala dan memberi manfaat. "Urub artinya nyala. Memberi terang dan kehangatan bagi sekitar."

Job hugging adalah kondisi di mana "nyala" itu hampir padam. Pekerja kehilangan gairah, hanya berfungsi sebagai roda penggerak mesin industri. Solusi fundamentalnya adalah dengan menanamkan kembali makna bahwa bekerja adalah bagian dari pengabdian dan aktualisasi diri, di mana setiap individu bisa menemukan kebahagiaan karena bisa berkontribusi, bukan sekadar bertahan.

Menuju Ekosistem Kerja yang "Sugih tanpa Bandha"

Ajaran budaya Jawa, "Sugih tanpa bandha" (kaya tanpa harta), memberikan perspektif akhir yang mendalam. Kekayaan sejati bukan hanya materi. Job hugging lahir dari sistem yang terlalu menitikberatkan pada transaksi materi (bandha) dan mengabaikan kekayaan non-materi seperti kepuasan batin, pengembangan diri, dan hubungan yang saling menghormati.

Sebuah ekosistem kerja yang ideal adalah yang mampu menyeimbangkan kedua hal tersebut. Perusahaan tidak hanya mengejar profit, tetapi juga kesejahteraan holistik karyawannya. Pekerja tidak hanya mengejar gaji, tetapi juga makna dan tujuan dalam setiap tugas yang dikerjakan.

Penutup: Kembali ke Khittah

Fenomena job hugging mengingatkan kita bahwa kemajuan material harus berjalan beriringan dengan kemajuan spiritual dan moral. Kearifan Pitutur Jawa bukanlah rumusan usang, melainkan kompas yang relevan untuk menjawab kebuntuan zaman modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun