Hilangnya "Tepa Selira" dalam Hubungan Industrial
Fenomena job hugging juga menandai defisit tepa selira (tenggang rasa) dalam ekosistem ketenagakerjaan. "Sebagaimana yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka," begitu bunyi salah satu wejangan.
Di satu sisi, perusahaan mungkin menuntut loyalitas tetapi lupa menciptakan lingkungan yang menghargai dan memanusiakan karyawan. Upah mungkin diberikan, tetapi pengakuan, peluang berkembang, dan rasa aman psikologis seringkali terabaikan. Di sisi lain, pekerja yang hanya bertahan untuk gaji tanpa memberikan kontribusi terbaiknya juga telah kehilangan rasa tepa selira terhadap tujuan dan kelangsungan perusahaan tempatnya bernaung.
Menyalakan Kembali "Urup" dalam Bekerja
Makna kerja yang sejati, menurut filsafat hidup Jawa, adalah ketika ia bisa menjadi sarana untuk "urup"---untuk menyala dan memberi manfaat. "Urub artinya nyala. Memberi terang dan kehangatan bagi sekitar."
Job hugging adalah kondisi di mana "nyala" itu hampir padam. Pekerja kehilangan gairah, hanya berfungsi sebagai roda penggerak mesin industri. Solusi fundamentalnya adalah dengan menanamkan kembali makna bahwa bekerja adalah bagian dari pengabdian dan aktualisasi diri, di mana setiap individu bisa menemukan kebahagiaan karena bisa berkontribusi, bukan sekadar bertahan.
Menuju Ekosistem Kerja yang "Sugih tanpa Bandha"
Ajaran budaya Jawa, "Sugih tanpa bandha" (kaya tanpa harta), memberikan perspektif akhir yang mendalam. Kekayaan sejati bukan hanya materi. Job hugging lahir dari sistem yang terlalu menitikberatkan pada transaksi materi (bandha) dan mengabaikan kekayaan non-materi seperti kepuasan batin, pengembangan diri, dan hubungan yang saling menghormati.
Sebuah ekosistem kerja yang ideal adalah yang mampu menyeimbangkan kedua hal tersebut. Perusahaan tidak hanya mengejar profit, tetapi juga kesejahteraan holistik karyawannya. Pekerja tidak hanya mengejar gaji, tetapi juga makna dan tujuan dalam setiap tugas yang dikerjakan.
Penutup: Kembali ke Khittah
Fenomena job hugging mengingatkan kita bahwa kemajuan material harus berjalan beriringan dengan kemajuan spiritual dan moral. Kearifan Pitutur Jawa bukanlah rumusan usang, melainkan kompas yang relevan untuk menjawab kebuntuan zaman modern.