Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pitutur #9: Aja Ngaya & Moderasi Gaya Hidup

23 September 2025   16:11 Diperbarui: 23 September 2025   16:11 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di tengah arus konsumerisme, banyak orang terjebak dalam gaya hidup berlebihan. Demi gengsi, rela berutang. Demi pencitraan, rela memaksakan diri membeli sesuatu di luar kemampuan.

Padahal, orang Jawa sejak dulu mengingatkan dengan pitutur: "Aja ngaya." Jangan memaksakan diri di luar batas kemampuan.

Aja Ngaya: Hidup Selaras dengan Kemampuan

"Aja ngaya" bukan berarti anti-ambisi. Orang Jawa tetap menghargai kerja keras. Namun, nasihat ini menekankan pentingnya keselarasan antara kebutuhan dan kemampuan.

Memaksakan diri hanya akan menimbulkan masalah: stres, konflik, hingga kerugian. Hidup yang damai adalah hidup yang sederhana, wajar, dan apa adanya.

Perspektif Islam: Larangan Israf dan Tabdzir

Islam sangat menekankan moderasi gaya hidup. Allah berfirman:

"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf: 31)

Rasulullah SAW juga hidup sederhana, meski mampu hidup mewah. Beliau tidur di atas tikar, makan secukupnya, dan tidak pernah berlebihan.

Moderasi bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan untuk mengendalikan nafsu.

Analisis Sosial: Budaya Konsumerisme Zaman Now

Hari ini, ngaya sering muncul dalam berbagai bentuk:

  1. Flexing memaksakan diri agar terlihat kaya di medsos.
  2. Gaya hidup hedon membeli barang branded hanya demi status.
  3. Hutang konsumtif memakai kartu kredit atau paylater untuk barang tidak mendesak.

Akibatnya, banyak orang terjerat stres finansial. Padahal, kebahagiaan sejati tidak datang dari kepemilikan barang, melainkan dari hati yang tenteram.

Pesan Aktual untuk Generasi Kekinian

Generasi muda perlu memahami:

  • Gaya hidup harus sesuai pendapatan, bukan gengsi.
  • Jangan memaksakan diri mengikuti tren yang tidak perlu.
  • Belajarlah sederhana, karena kesederhanaan adalah kemewahan yang sesungguhnya.

Pepatah Jawa berkata: "Urip iku sawang-sinawang." Hidup itu saling melihat. Orang yang tampak kaya belum tentu bahagia, dan orang sederhana bisa jadi lebih tenteram.

Penutup

"Aja ngaya" adalah pitutur yang sangat relevan di era konsumerisme. Islam pun menekankan prinsip serupa: jauhi israf (berlebihan) dan tabdzir (menghambur-hamburkan).

Hidup sederhana bukan berarti miskin, melainkan bijak mengatur diri. Karena sejatinya, kekayaan yang sesungguhnya adalah hati yang merasa cukup.

BERLANJUT ke pitutur #10 (Aja Dumeh Ilmu & Etika Akademik).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun