Ora rumangsa dadi wong nomer siji – tidak merasa sebagai penguasa tertinggi, melainkan pelayan yang ngayomi tanpa menguasai, memimpin tanpa mengendalikan.
Ratu Adil Palsu: Ancaman yang Selalu Mengintai
Namun, kisah rakyat juga memperingatkan adanya Ratu Adil palsu: tampak gagah di luar, tetapi rapuh di dalam. Ia merasa sebagai “wong nomer siji,” menindas rakyat, dan menjadikan kekuasaan sebagai alat memuaskan diri.
Pertanyaannya: apakah reshuffle ini benar-benar mendatangkan pembaru dengan nurani, atau hanya menghadirkan figur elok di permukaan tetapi cacat moral di dalamnya?
Menimbang Reshuffle 2025: Antara Filosofi dan Track Record
Mari uji reshuffle terakhir dengan kaca mata “Ratu Adil”, namun ditambah dengan melihat rekam jejak dan konteks politiknya:
Asih mring kawula dasih: Publik menunggu apakah Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa yang dikenal sebagai ekonom pasar, mampu merumuskan kebijakan fiskal yang berpihak pada rakyat kecil di tengah harga bahan pokok yang melambung, ataukah akan berfokus pada stabilisasi makroekonomi untuk menarik investasi. Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi UKM ditantang untuk membuktikan komitmennya membangun dari bawah, bukan sekadar melanjutkan program populis tanpa impact nyata.
Prasaja (Kesederhanaan): Akankah menteri-menteri baru menghindari politik pencitraan? Latar belakang para menteri baru yang banyak berasal dari kalangan profesional dan partai penguasa menjadi ujian: apakah mereka fokus bekerja atau justru sibuk membangun loyalitas politik pada elite?
Ora rumangsa dadi wong nomer siji (Rendah Hati): Sejauh mana mereka bisa rendah hati mendengar kritik, transparan, dan mau mengakui kekurangan? Pergantian di Menko Polkam, misalnya, akan diuji kemampuannya membangun konsensus dan mendengarkan semua pihak, bukan memaksakan pendapat.
Pengamat dari kampus-kampus besar sudah mengingatkan, reshuffle jangan hanya jadi ajang konsolidasi politik semata, melainkan harus membuka ruang bagi representasi sipil dan profesionalisme yang lebih luas.
Netizen pun menyoroti dengan tajam: rakyat tak butuh drama pergantian kursi, tapi harga beras yang turun, lapangan kerja yang terbuka, dan perlindungan sosial yang nyata.