OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pagi itu, Kota Membangun diguncang berita yang mengejutkan. Seorang pria muda bernama Raka tiba-tiba muncul di tengah alun-alun kota, dengan suara lantang dan penuh keyakinan. Ia mengklaim dirinya sebagai calon pemimpin baru kota tersebut, seorang pemimpin yang akan mengubah segalanya.
Raka bukanlah orang sembarangan. Di usia yang masih muda, ia sudah menulis buku yang terjual jutaan kopi, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Namun, yang membuatnya berbeda adalah keyakinannya: pemimpin sejati tidak datang dari jabatan, melainkan dari tiga hal dasar: Pikiran Benar, Ucapan Benar, dan Perbuatan Benar. Prinsip hidup inilah yang ia ajarkan kepada semua orang, tanpa memandang status atau latar belakang.
"Semua orang bisa menjadi pemimpin, asalkan ia menguasai tiga hal ini!" seru Raka, berdiri dengan penuh semangat di podium alun-alun yang dipenuhi ribuan warga. "Kita tidak butuh gelar, tidak butuh kekayaan. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk bertindak sesuai dengan kebenaran!"
Di antara kerumunan, sekelompok orang mendukung dengan sorakan gembira. Namun, sebagian besar terlihat skeptis. Salah satunya adalah Bapak Surya, walikota yang telah menjabat selama lebih dari 20 tahun. "Anak muda ini hanya berbicara tentang teori kosong! Pemimpin itu butuh pengalaman, bukan mimpi!" katanya dengan sinis, sambil menatap tajam ke arah Raka.
Raka tidak gentar. "Pak Surya, pemimpin sejati bukan hanya orang yang punya jabatan atau pengalaman, tetapi orang yang berpikir benar, berkata benar, dan bertindak benar. Tanpa itu, apa artinya kekuasaan?"
Bapak Surya terdiam, sedikit terkejut dengan keberanian Raka. Namun, ia segera menanggapi, "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan, Raka! Menghadapi kenyataan hidup itu jauh lebih sulit dari yang kau bayangkan. Tidak cukup hanya dengan teori!"
"Tapi teori tanpa praktik hanya akan tetap menjadi kata-kata kosong!" jawab Raka dengan penuh semangat. "Buktikan dengan perbuatan, Pak!"
Raka mulai melakukan apa yang ia katakan. Selama berhari-hari, ia turun langsung ke jalan, berbicara dengan rakyat kecil, mendengarkan keluhan mereka, dan membantu mereka yang membutuhkan tanpa pamrih. Ia membuka percakapan dengan para pedagang kaki lima, membantu mereka menyelesaikan masalah kecil, seperti izin dan tempat berjualan. Meskipun fisiknya mulai terasa lelah, semangatnya tidak pernah surut.
Namun, Raka menyimpan sebuah rahasia yang hanya sedikit orang yang tahu---ia mengidap penyakit langka yang sudah cukup parah. Setiap kali dia merasa pusing atau tubuhnya semakin lemas, ia berusaha menahannya. Ia tahu, jika warga kota tahu tentang penyakitnya, mereka mungkin akan menganggapnya tidak mampu menjadi pemimpin. Itu adalah kekhawatirannya yang terbesar.