Model perjudian atau aktivitas spekulatif juga bisa ditemukan saat membeli produk yang menawarkan hadiah, baik secara langsung maupun melalui undian, di luar program-program tersebut. Misalnya, anak-anak sering diperkenalkan pada produk snack atau ciki yang memiliki banyak bonus hadiah. Akibatnya, fokus utama mereka dalam membeli snack atau ciki tersebut bukanlah untuk konsumsi, tetapi untuk mendapatkan peluang memperoleh hadiah.
jenis jenis maisir
Pada masa Jahiliyah, terdapat beberapa bentuk maisir (judi) yang populer:
1. Al-Mukhtharah
Perjudian antara dua orang atau lebih yang mempertaruhkan harta bahkan istri mereka. Pemenang berhak sepenuhnya atas milik pihak yang kalah, termasuk memperlakukan istri mereka sesuai kehendaknya. Praktik ini diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas dan dijelaskan oleh al-Jashshash.
2. Al-Tajzi'ah
Perjudian sepuluh orang dengan menggunakan azlm (kartu kayu) yang dibagi ke dalam berbagai bagian bernilai 1 hingga 7, sementara tiga kartu kosong dianggap kalah. Seekor unta dipotong sesuai jumlah bagian kartu, lalu dibagi. Peserta yang mendapat kartu kosong harus membayar unta tersebut. Meski pemenang tidak memakan dagingnya, melainkan dibagikan kepada fakir miskin, permainan ini tetap menimbulkan kesombongan, ejekan, bahkan konflik antarkabilah. Sebelum larangan judi turun, Abu Bakar pernah melakukan taruhan serupa dengan kaum musyrik tentang kemenangan Romawi atas Persia, tetapi praktik ini kemudian dihapus (nasakh) dengan ayat keharaman judi.
3. Nirdasyir (Dadu)
Permainan dadu berasal dari Persia dan dimainkan dengan melempar dadu enam sisi di atas meja. Jika menggunakan taruhan, para ulama sepakat haram. Tanpa taruhan, pendapat ulama beragam: ada yang mengharamkan mutlak (Khithabi, Al-Baihaqi), ada yang menganggap dosa besar (Ibn Hajar al-Haitami, al-Nawawi), ada yang menilai makruh (sebagian pengikut Syafi'i), dan ada pula yang menyebut dosa kecil (Al-Ghazali, mazhab Rafi'i).
4. Al-Masyathirah / Al-Muqasamah (Catur)
Permainan catur dengan taruhan diharamkan oleh mayoritas ulama. Tanpa taruhan, terjadi perbedaan: Imam Malik, Abu Hanifah, dan Imam Ahmad membolehkan; sebagian ulama Syafi'iyyah mengharamkan atau memakruhkannya; sedangkan Ibnu Qayyim menganggapnya sama dengan dadu, yang hukumnya haram.
5. Al-Yanatsb (Lotre)
Menurut Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar, lotre adalah pengumpulan dana dari masyarakat oleh penyelenggara, lalu sebagian kecilnya dibagikan kepada pemenang melalui undian, sementara sisanya digunakan untuk kepentingan umum. Sistem ini dianggap menyerupai maisir karena mengandalkan keberuntungan dan ketidakpastian.
6. Maisir Modern (SMS Berhadiah, Kuis Premium, dsb.)
Di era kontemporer, praktik maisir muncul dalam bentuk kuis berbayar, SMS berhadiah, atau undian. Hukumnya haram karena mengandung unsur: