- Di bawah Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kesusahan dan kesengsaraan. Kerja tanpa upah dan penuh siksaan yang sering dilakukan oleh para penjajah yang menjadikan rakyat menjadi miskin tidak bisa makan layaknya manusia normal sekarang.
Kemudian bergeraklah semangat perjuangan di antaranya Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan lain -- lainnya, mereka membela rakyat yang lemah dan tidak kuat yang secara terus menerus tertindas oleh penjajah.
Para penjajah tidak mengalahkan rakyat hanya dengan kekerasan tetapi mereka juga membuat rakyat Indonesia menjadi bodoh. Kebodohan yang menjadikan umat Islam semakin tidak mengerti ajaran Islam yang benar.
Masa Muda K.H. Ahmad Dahlan
Muhammad Darwisy ( nama kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan ) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar ( seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta ) dan Nyai Abu Bakar ( putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga ). Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhannya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Di umur delapan tahun, Darwis sudah lancar dan tamat membaca Al-quran.
Semasa kecil Muhammad Darwisy juga senang bermain layang -- layang dan gasing seperti anak -- anak lainnya, serta pintar membuat barang -- barang kerajinan dan mainan sendiri. Kegemaran Darwisy yang lain adalah belajar. Â Â Â
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun ( 1883 ), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Makkah selama 5 tahun. Disinilah ia berinteraksi dengan pemikiran -- pemikiran pembaru dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah.
"Geger" Al-Ma'un
Pada masa kepenjajahan yang menjadikan rakyat miskin dan menderita membuat K.H. Ahmad Dahlan terketuk hatinya bagaimana rakyat yang tanah airnya subur makmur menjadi sengsara. Dan diikuti kesenjangan para bangsawan yang tak pernah peduli terhadap rakyat kecil untuk membantu yang lemah, maka tatkala mengajar K.H. Ahmad Dahlan kemudian berusaha mengubah keadaan itu dengan mengajak murid -- muridnya belajar.
K.H. Ahmad Dahlan di dalam langgarnya mengajarkan surat Al-Maun berkali -- kali, hingga akhirnya muridnya bertanya -- tanya mengapa tidak segera pindah ke surat berikutnya. Dengan kewibawaan yang dimilikinya, K.H. Ahmad Dahlan menjawab surat tidak hanya untuk dihafal dan dibaca sebagai bacaan shalat. Yang lebih penting adalah bagaimana pesan yang disampaikan surat itu dipraktekkan atau tidak. Akhirnya, murid -- murid K.H. Ahmad Dahlan mengerti dan keesokan harinya membawa berbagai macam makanan dan barang yang berguna untuk dibagikan kepada orang -- orang yang tidak mampu.