Setiap Menjelang Hari Raya Idul Adha, jalan-jalan protokol di berbagai kota besar Indonesia kembali dipenuhi tenda biru, suara kambing mengembik, dan aroma khas kandang. Fenomena musiman ini menandai bangkitnya semangat kurban di tengah masyarakat, sekaligus maraknya aktivitas ekonomi dadakan yang digerakkan oleh para pedagang hewan kurban, baik dari kalangan peternak, pengepul, hingga penjual musiman.
Fenomena ini bukan hal baru, namun selalu menyita perhatian publik. Dari segi sosial, geliat pasar hewan kurban menjadi indikator kuat bahwa tradisi keagamaan dan semangat berbagi masyarakat Indonesia masih sangat hidup. Dari sisi ekonomi, momen ini dimanfaatkan banyak pihak untuk meraup rezeki tambahan. Namun, di balik semaraknya pasar dadakan hewan kurban ini, terselip berbagai dinamika dan tantangan yang menarik untuk dicermati.
Permintaan Naik, Pedagang Bertambah
Tahun ini, permintaan terhadap hewan kurban menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di Yogyakarta, misalnya, Dinas Pertanian mencatat kebutuhan hewan kurban mencapai lebih dari 84 ribu ekor, meningkat sekitar lima ribu dari tahun lalu. Hal serupa juga terjadi di kota-kota besar lain seperti Jakarta, Makassar, dan Balikpapan, di mana permintaan terhadap sapi dan kambing melonjak seiring membaiknya daya beli masyarakat pasca pandemi dan inflasi.
Fenomena ini berdampak langsung pada jumlah pedagang yang bermunculan. Mereka hadir di berbagai titik strategis, dari pinggiran jalan utama hingga perkampungan padat penduduk. Tidak sedikit di antaranya adalah pedagang musiman yang menyewa lahan kosong dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Bagi sebagian besar dari mereka, momen Idul Adha adalah "panen raya" yang hanya datang sekali setahun.
Harga Bervariasi, Konsumen Lebih Cermat
Lonjakan permintaan tentu berdampak pada fluktuasi harga. Di Jakarta, harga kambing kurban berkisar antara Rp3,5 juta hingga Rp 9 juta per ekor, tergantung bobot dan kualitasnya. Untuk sapi, harga berkisar antara Rp15 juta hingga Rp50 juta. Pedagang mengaku harga hewan tahun ini sedikit naik akibat ongkos distribusi dan pakan yang juga meningkat.
Namun, konsumen kini jauh lebih selektif. Selain mempertimbangkan harga dan ukuran, banyak dari mereka mulai memperhatikan aspek kesehatan dan kehalalan hewan. Hal ini mendorong sebagian pedagang untuk menawarkan sertifikasi kesehatan dari dinas terkait, bahkan ada yang memberikan bonus perawatan hewan gratis hingga hari H penyembelihan.
Regulasi dan Penertiban: Tantangan Setiap Tahun
Seiring maraknya aktivitas jual beli hewan kurban, pemerintah daerah menghadapi tantangan klasik: bagaimana menata para pedagang agar tidak mengganggu ketertiban umum. Di Jakarta Pusat, misalnya, Pemkot melarang pedagang menjajakan hewan kurban di taman, trotoar, dan jalur hijau. Satuan Polisi Pamong Praja pun dikerahkan untuk melakukan pendekatan persuasif agar pedagang pindah ke lokasi yang telah ditentukan.