Ajahn Brahm menulis dengan gaya yang sederhana namun dalam. Ia tidak membebani pembaca dengan istilah filsafat atau ajaran agama yang berat, melainkan justru menjembatani kebijaksanaan kuno dengan kehidupan modern.
Beberapa tema yang diangkat dalam cerita-ceritanya meliputi:
- Bagaimana menghadapi kemarahan dan kegagalan
- Mencari makna di tengah penderitaan
- Seni memaafkan
- Pentingnya hidup saat ini
- Kebahagiaan yang datang dari kesederhanaan
Kelebihan Buku Ini:
- Â Bisa dibaca santai---cukup satu cerita sehari
- Â Cocok untuk pembaca lintas agama dan usia
- Â Sarat inspirasi dan mudah dipahami
- Â Banyak kutipan yang bisa direnungkan ulang
- Â Menyembuhkan secara emosional dan mental
Kekurangan:
Bagi yang mengharapkan alur cerita panjang atau narasi novel, buku ini bisa terasa seperti "kumpulan renungan" saja
Karena tidak linear, pembaca yang suka plot mungkin merasa lompat-lompat
 Nilai-Nilai Islami dalam Cerita Ajahn Brahm
1. "Apa yang Terjadi Jika Itu Tidak Terjadi" --- Husnudzon kepada Takdir
Ajahn Brahm berbagi pengalaman tentang momen-momen yang tampaknya buruk, tetapi ternyata membawa kebaikan tak terduga. Ia menyimpulkan, "Apa yang terjadi jika itu tidak terjadi?" -- refleksi bahwa sesuatu yang tampaknya kesialan bisa menjadi anugerah tersembunyi. Ini sejalan dengan konsep husnudzon billah (berprasangka baik kepada Allah). QS. Al-Baqarah: 216 mengingatkan kita bahwa bisa jadi kita membenci sesuatu padahal itu baik bagi kita.
2. Pertapa yang Tak Terganggu Nyamuk --- Khusyuk dalam Meditasi = Khusyuk dalam Shalat
Ajahn Brahm bercerita tentang seorang pertapa yang tidak menyadari digigiti nyamuk karena sangat khusyuk bermeditasi. Ini sangat identik dengan konsep khusyuk dalam shalat dalam Islam, seperti disebut dalam QS. Al-Mu'minun: 1--2. Latihan batin dan perhatian penuh bukan hanya milik satu agama, tetapi nilai spiritual yang bisa dipraktikkan lintas keyakinan.