Mohon tunggu...
Khairul Fahmi
Khairul Fahmi Mohon Tunggu... profesional -

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). Lahir di Mataram, 5 Mei 1975. Tahun 1990 melanjutkan studi di kota gudeg, Jogjakarta. SMA 3 Padmanaba, menjadi pilihannya. Program Studi Ilmu Politik Universitas Airlangga menjadi tempat studi berikutnya. Kampus ini juga kemudian menjadi alamat domisilinya yang paling jelas selama beberapa tahun. Nomaden, T4 (Tempat Tinggal Tidak Jelas), 'mbambung'. Jangan kaget kalau menemukannya sedang tidur di bangku terminal, stasiun, atau rumah sakit, baik di Surabaya atau di kota lain," kata beberapa rekan dekatnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Si 'Know-how', 'Know-who' dan 'Know-wow' di Media Online

13 Juli 2013   02:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Website adalah etalase. Anda bisa menampilkan apapun di sana. Sayangnya, banyak yang tak paham bagaimana menata apa yang ada di etalase atau website itu. Ada juga yang sudah menata, namun tak merawatnya atau mengelolanya dengan baik.

Ibarat etalase di toko, ada yang punya etalase besar dengan sedikit barang dagangan. Ada yang pakai etalase kecil namun barang segudang dimasukkan semua. Atau ada juga etalase yang ditata rapi, saking rapinya tak pernah 'diutik-utik' lagi, takut berantakan dan sebagainya.

Adalah fakta, banyak website korporasi, lembaga pemerintah dan bahkan MEDIA PERS yang tidak dikelola dengan baik. Indikatornya mudah, website yang statis, tak ada pembaruan (update) bahkan untuk waktu yang lama. Adapula yang 'terlalu' update namun tak ditata apik. Keduanya berakibat sama. Beragam informasi tidak terkomunikasikan dengan baik dan yang membutuhkan informasi gagal menemukannya.

Media pers lebih lagi. Ada banyak orang berminat membangun bisnis media 'online'. Sayangnya, meski berkantong tebal, 'know-how dan know-who' mereka terbatas. Mereka hanya bekerja dengan 'know-wow'. Akibatnya, mereka gagal paham bagaimana membangun selayaknya bisnis berbasis website ini. Mereka terpesona, tergagap dan terseok mengikuti pesatnya bisnis ini. Mereka juga bisa dengan mudah gagal mendapatkan siapa sumberdaya yang layak diminta mengeksekusi hasrat besarnya.

Website itu ibarat istana. Seorang teman pelaku IT dan Online Marketer pernah menceritakan kerjasamanya dengan seorang pengusaha. Mereka bersepakat menjajal peluang membangun bisnis media online. Namun tak lama kerjasama berakhir ketika bicara soal kapan keuntungan bisa dinikmati.

"Saya diminta membangun istana yang megah dalam semalam, dengan sang raja yang mondar-mandir dan selalu menanyakan kapan bisa menempatinya. Padahal, tak secangkir kopi pun dia suguhkan untuk para tukang yang bekerja lembur," tutur teman saya itu.


Teman yang lain lebih sial. Ia trauma dengan bisnis media online. Melelahkan, tak pernah kelihatan uangnya, kata teman itu. Rupanya ia pernah bekerja di sebuah media. Sayangnya, meski berpenampilan online, media tempatnya bekerja persis toko dengan etalase kecil dan barang yang sangat banyak. Namun majikannya tak paham.

"Semua barang ingin dimasukkannya ke etalase. Kami para pekerja, menatanya rapi. Namun boss selalu ingin menambahkan barang-barang. Akhirnya selalu berantakan dan kami dianggap tak becus. Itu seperti membangun istana pasir," kisahnya pada saya.

Begitulah. Sesungguhnya itu hanya karena soal 'know-how dan know-who' tadi. Sejatinya siapapun bisa memiliki dan mengelola website yang komunikatif dinamis. Komunikatif artinya mampu mengkomunikasikan seluruh aspek yang perlu disampaikan kepada publik dan publik bisa menerima baik dengan mudah dan antusias. Namun website ini juga mesti dinamis, sejalan dengan dinamika bisnis media itu sendiri maupun dinamika masyarakat.

Bagaimana? Kuncinya, 'good content, good organizing and good income'. Jadi diperlukan pemahaman bagaimana (know-how) materi informasi yang layak, perlu dan berpotensi menghasilkan uang di RANAH ONLINE. Diperlukan pemahaman bagaimana mengelola content dan pembawa atau pengolahnya agar bisa menghasilkan pendapatan yang diharapkan di RANAH ONLINE.

Lantas siapa yang mengerjakannya? Jika 'know-how' sudah tersedia, bukan soal sulit untuk mengetahui siapa (know-who) yang mampu mengerjakannya agar tak malah buntung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun