Mohon tunggu...
KH Imam Jazuli
KH Imam Jazuli Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

Saya adalah seorang Kiai, Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Hobi saya menulis tentang diskursus keagamaan, politik, sosial, budaya dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hukum Musik dalam Ta'wil Al-Quran

17 Mei 2024   10:36 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:01 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH. Imam Jazuli memainkan gitar (source: Dokumentasi Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon)

Hukum Musik dalam Ta'wil Al-Quran

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.

Belakangan viral lagi perdebatan lama, tentang hukum musik dalam Islam. Triggernya isi ceramah da'i muda Muhammadiyah, Ustad Adi Hidayat (UAH). Kemudian bergulir lebih luas, dengan adanya respon tokoh-tokoh agama dalam rekaman dakwah mereka.

Dalam ceramahnya, UAH menyebut Surat Asy-Syu'ara dalam Al-Qur'an bercerita tentang musik. Karena makna lafad Asy-Syu'ara adalah para penyair. Menurut UAH, salah satu kandungan syair adalah nada. Syair tanpa nada dianggap berkualitas buruk, sebagaimana diatur dalam ilmu 'Arudh.

UAH juga menambahkan, ada 2 (dua) golongan penyair: pertama, mereka yang dicela oleh Al-Qur'an maupun Rasulullah Saw. Kedua, mereka yang dibiarkan oleh Al-Qur'an dan Rasulullah. Hal itu semua dijelaskan dengan terang-benderang dalam surat Asy-Syu'ara dari ayat 224 sampai 227.

Dalam ayat ke-224 sampai ke-226, Al-Qur'an menjelaskan para penyair yang dicela, yaitu mereka yang diikuti orang-orang sesat, mengembara kemana-mana mencari inspirasi, dan mengatakan apa yang tidak mereka lakukan sendiri.


Sementara dalam ayat ke-227, Al-Qur'an menerangkan ciri-ciri para penyair dibolehkan, yaitu mereka yang beriman, berbuat amal kebajikan, banyak berdzikir, dan memanfaatkan syair-syair mereka untuk membela kelompok tertindas (muslim) hingga meraih kemenangan buat tegaknya Islam.

Dari banyak video/rekaman ceramah para da'i di media sosial, pembahas mereka hampir sepenuhnya berpusat pada ayat ke-224 hingga ayat ke-227 tersebut. Hampir tidak ditemukan para da'i yang coba membahas ayat ke-221 hingga ke-223 dalam surat Asy-Syu'ara ini. Padahal, inilah pokok persoalan yang sesungguhnya.

Dalam ayat ke-221, dikatakan bahwa setan-setan akan turun merasuki jiwa orang-orang tertentu, mengajak manusia ke dalam kesesatan. Dalam ayat ke-222, dijelaskan bahwa orang-orang yang terpedaya oleh bujuk rayu setan ini adalah mereka yang suka berdusta dan berbuat dosa. Ayat ke-222 ini berkorelasi dengan ayat ke-226 tentang orang yang ucapannya berbeda dari perbuatannya.

Selanjutnya, dalam ayat ke-223 Allah SWT menjelaskan perilaku para pendusta ini. Mereka menyampaikan segala hal yang bisa didengar oleh orang lain, namun substansi dari kata-kata mereka adalah kebohongan belaka. Di sinilah (dari ayat ke-221 sampai ke-223), telah lengkap ciri-ciri para penyair yang dimurkai oleh Allah SWT.

Lantas, bagaimana UAH bisa memahami ayat-ayat Al-Qur'an tersebut di atas sebagai penjelasan menyangkut musik dan musisi? Sebelum menjawabnya, penting memahami konteks pandangan UAH tersebut dan apa hakikat musik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun