Mohon tunggu...
Kezia kanaya nayoan
Kezia kanaya nayoan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Promosi Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Diabetes Melitus: Saat Manis Berubah Menjadi Ancaman"

14 Oktober 2025   13:06 Diperbarui: 14 Oktober 2025   13:20 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain faktor gaya hidup dan ekonomi, ada pula aspek budaya yang turut berpengaruh terhadap meningkatnya kasus diabetes di masyarakat. Di Indonesia, budaya "jamuan manis" sudah sangat melekat. Dalam setiap perayaan, tamu kerap disuguhi kue, teh manis, sirup, atau minuman bersoda. Budaya ini membuat konsumsi gula berlebihan menjadi hal yang dianggap wajar dan bahkan sopan. Padahal, tanpa disadari, kebiasaan ini justru memperbesar risiko diabetes dalam jangka panjang. Mengubah pola pikir masyarakat tentang "manis sebagai simbol keramahan" menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan diabetes di tingkat komunitas.

Perubahan budaya tentu tidak dapat dilakukan secara instan. Namun, edukasi yang konsisten dan disampaikan dengan cara yang relevan dapat membantu menggeser pandangan masyarakat. Misalnya, kampanye publik yang mengangkat tema "Hidup Sehat Itu Keren" atau "Kurangi Gula, Tambah Umur" dapat membangun kesadaran bahwa menjaga kesehatan bukanlah beban, tetapi gaya hidup modern yang patut dibanggakan. Pendekatan semacam ini tidak hanya efektif di kalangan dewasa, tetapi juga sangat berpengaruh pada generasi muda yang akrab dengan media digital.

Keterlibatan sekolah dan institusi pendidikan juga sangat penting. Pendidikan kesehatan sebaiknya tidak hanya diberikan dalam bentuk teori, tetapi juga melalui praktik langsung. Misalnya, sekolah dapat mengadakan "Hari Tanpa Gula", lomba bekal sehat, atau kegiatan olahraga rutin bersama. Dengan menanamkan kebiasaan sehat sejak dini, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi yang lebih sadar akan pentingnya pola hidup seimbang. Langkah kecil seperti ini, bila dilakukan secara berkelanjutan, akan memberi dampak besar dalam menurunkan angka kejadian diabetes di masa depan.

Selain masyarakat dan sekolah, dunia kerja pun perlu berperan aktif dalam mendukung gaya hidup sehat. Banyak pekerja kantoran menghabiskan waktu duduk di depan komputer selama berjam-jam, yang meningkatkan risiko diabetes dan obesitas. Perusahaan dapat berkontribusi dengan menyediakan program kesehatan seperti senam pagi, pemeriksaan kesehatan berkala, dan kantin dengan menu bergizi seimbang. Lingkungan kerja yang mendukung gaya hidup sehat tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menurunkan risiko penyakit kronis di kalangan karyawan.

Kita juga tidak bisa menutup mata terhadap peran industri pangan. Banyak produk yang mengandung kadar gula tersembunyi, meskipun tidak selalu terasa manis di lidah. Konsumen sering kali tidak menyadari bahwa makanan kemasan, saus, roti, atau minuman berenergi mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang ketat dan transparansi informasi gizi pada label produk makanan dan minuman. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap informasi yang benar agar dapat memilih dengan bijak.

Di sisi lain, media massa dan influencer juga memegang peranan penting dalam membentuk opini publik tentang gaya hidup sehat. Konten-konten edukatif yang ringan namun informatif bisa menjadi cara efektif untuk menyebarkan pesan kesehatan. Alih-alih hanya menampilkan iklan minuman manis atau makanan cepat saji, media juga seharusnya lebih banyak memberikan ruang bagi pesan-pesan promosi kesehatan. Bila kesadaran ini tumbuh di berbagai lapisan masyarakat, perubahan perilaku kolektif menuju hidup sehat akan menjadi lebih mungkin terwujud.

Kita perlu memahami bahwa diabetes bukan sekadar penyakit medis, tetapi juga isu sosial dan ekonomi. Beban biaya pengobatan diabetes sangat tinggi dan dapat menguras keuangan keluarga. Banyak penderita yang harus bergantung pada obat seumur hidup, bahkan mengalami komplikasi yang memerlukan perawatan jangka panjang. Dalam konteks ini, pencegahan menjadi jauh lebih hemat dan bijaksana dibanding pengobatan. Negara-negara maju telah membuktikan bahwa investasi pada edukasi dan pencegahan jauh lebih efektif daripada menanggung biaya pengobatan kronis.

Lebih dari itu, isu diabetes juga berkaitan erat dengan kualitas hidup. Penderita diabetes tidak hanya menghadapi keterbatasan fisik, tetapi juga tekanan mental. Mereka harus menjaga pola makan, rutin berolahraga, dan memantau kadar gula darah setiap saat. Tidak sedikit yang merasa stres atau kehilangan semangat karena perubahan besar yang harus dijalani. Oleh karena itu, pendekatan penanganan diabetes tidak boleh hanya berfokus pada aspek medis, tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan psikologis penderita. Konseling, dukungan komunitas, dan lingkungan sosial yang suportif dapat menjadi sumber kekuatan bagi mereka.

Dalam konteks promosi kesehatan, peran tenaga kesehatan masyarakat menjadi semakin penting. Promotor kesehatan dapat berperan sebagai agen perubahan yang mengedukasi dan memotivasi masyarakat untuk berperilaku sehat. Dengan pendekatan partisipatif, masyarakat tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek dalam upaya pencegahan diabetes. Mereka dilibatkan dalam kegiatan seperti posbindu, pemeriksaan gula darah rutin, serta pelatihan memasak makanan sehat dengan bahan lokal. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan keterampilan untuk menjaga kesehatannya sendiri, keberhasilan pencegahan penyakit kronis seperti diabetes akan lebih terjamin.

Melihat kenyataan ini, sangat jelas bahwa pencegahan diabetes melitus tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi lintas sektor: pemerintah, tenaga kesehatan, dunia pendidikan, media, dan masyarakat itu sendiri. Sinergi antara semua elemen inilah yang akan menjadi kunci keberhasilan dalam menekan laju peningkatan kasus diabetes di Indonesia. Upaya ini harus dilandasi semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sesama, sebagaimana nilai-nilai yang menjadi ciri khas bangsa kita.

Pada akhirnya, diabetes melitus adalah cermin dari gaya hidup manusia modern. Ia menjadi pengingat bahwa kemajuan teknologi dan kemudahan hidup tidak selalu membawa kebahagiaan bila tidak diimbangi dengan kesadaran menjaga kesehatan. Tubuh manusia memiliki batas --- dan jika terus dipaksa tanpa perawatan yang tepat, maka penyakit seperti diabetes akan menjadi peringatan keras dari alam terhadap ketidakseimbangan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun