Banyumas – Dalam upaya meningkatkan efisiensi budidaya hidroponik di lahan sempit, tim pengabdian masyarakat dari Universitas Telkom mengembangkan alat monitoring nutrisi otomatis untuk petani hidroponik di Desa Berkoh, Kabupaten Banyumas. Program ini merupakan bentuk hilirisasi hasil riset perguruan tinggi yang didanai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Telkom.
Kegiatan bertujuan membantu petani dalam memantau parameter penting seperti pH, TDS (Total Dissolved Solids), dan suhu nutrisi larutan hidroponik secara berkala. Selama ini, petani hanya melakukan pengecekan dua kali sehari secara manual, padahal penurunan kualitas nutrisi bisa terjadi kapan saja. Akibatnya, banyak tanaman gagal tumbuh optimal dan menurunkan nilai jual hasil panen.
Melalui pendekatan Asset Based Community Development (ABCD), tim melakukan observasi, perancangan, dan implementasi alat monitoring nutrisi berbasis sensor digital yang dilengkapi alarm. Alat ini akan berbunyi otomatis ketika parameter nutrisi turun di bawah ambang batas, sehingga petani dapat segera melakukan tindakan korektif.
“Alat ini kami rancang agar petani tidak perlu lagi sering-sering mengecek secara manual. Dengan alarm otomatis, mereka bisa langsung tahu kapan perlu menambah nutrisi,” ujar salah satu anggota tim.
Selama 40 hari pemantauan, alat menunjukkan akurasi tinggi dengan alarm terpicu sebanyak 15 kali. Hasilnya, jumlah tanaman yang gagal tumbuh menurun hingga 40%, menandakan pentingnya sistem monitoring berkala untuk menjaga kualitas budidaya.
Petani merasa sangat terbantu dengan adanya perangkat ini. Sebelumnya, sekitar 60 tanaman dari enam meja tanam mengalami pertumbuhan buruk. Namun setelah penggunaan alat monitoring ini, terjadi penurunan sebesar 40% terhadap jumlah tanaman yang gagal tumbuh, sehingga kerugian dapat ditekan dan hasil panen meningkat.
“Terima kasih kepada tim pengabdian dari Universitas Telkom yang telah menghadirkan alat ini. Kami sangat terbantu karena sekarang bisa mengetahui lebih cepat jika nutrisi tanaman menurun. Dulu kami sering terlambat menyadari, dan akibatnya banyak tanaman yang gagal tumbuh. Tapi sejak menggunakan alat ini, kami bisa segera merespons. Alhamdulillah, hasil panen juga jauh lebih baik,” ujar salah satu petani hidroponik mitra di Desa Berkoh.
Ke depan, tim pengabdian berencana untuk mengembangkan sistem ini lebih lanjut agar dapat terintegrasi dengan kontrol otomatis pemberian nutrisi, sehingga petani tidak hanya diperingatkan, tetapi juga bisa langsung melakukan penyesuaian secara otomatis.
Dengan dukungan teknologi dan pendekatan pemberdayaan yang dilakukan, program ini diharapkan dapat menjadi solusi nyata bagi petani hidroponik yang memiliki keterbatasan lahan dan tenaga kerja. Selain meningkatkan efisiensi, inovasi ini juga menjadi contoh penting bagaimana riset kampus dapat diimplementasikan secara langsung untuk mendukung ketahanan pangan lokal berbasis pertanian cerdas.