Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Produsen Ikutan Jualan Online, Faktor yang Membuat Mal Semakin Sepi

3 Oktober 2017   17:50 Diperbarui: 26 Oktober 2017   23:05 2835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: zoline.co.za

Analisis ini tentunya bukan berdasarkan tingkat kepakaran layaknya analis marketing, hanya berdasarkan pengalaman pribadi yang sebenarnya juga sudah terjadi di sekitar 7 tahun yang lalu.

2010, saat itu saya masih menyandang status sebagai mahasiswa. Bukan tipe mahasiswa yang tiap malam minggu ke kafe, atau makan siang dengan lauk super mewah, warteg adalah sahabat baik, usus dan orek tempe adalah hasil kolaborasi terbaik kami selama kami bersahabat di siang hari.

Di tahun kedua saya kuliah, rasanya uang jajan yang diberikan mamah rasanya tak pernah cukup, bukan tidak mau bersyukur tapi memang beneran enggak cukup, jajan harian biasanya sudah habis untuk minum bensin si jagoan supra, bukan Toyota ya tapi Honda. Apalagi si jagoan yang sampai sekarang ini masih bertahan, saya ajak mengarungi Jakarta hingga Ciputat setiap harinya. Mau enggak mau, saya harus cari tambahan uang jajan. 

Singkat cerita, saya tidak pernah ingat persis mengapa saya bisa mengetahui sebuah lokasi tempat berkumpulnya para produsen sepatu di Cikupa, Tangerang sana.

Anda pasti tahu Taman Puring? Buat yang sering berbelanja sepatu, Taman Puring atau yang biasa disingkat TP adalah "surga"nya orang yang hunting sepatu dengan harga yang miring. Tapi jangan berharap dengan jaminan ada sepatu original di tempat ini, hampir 80% sepatu di pasar ini memang KW, alias palsu. Nah, hampir pasti mayoritas para pedagang di TP ini sudah pasti belanja semua sepatu di Cikupa. Harganya benar-benar super duper murah jika Anda beli di Cikupa, apalagi dalam jumlah besar. Karena di Cikupa ini memang benar-benar dari produsen sepatu langsung.

Lazimnya, sebuah transaksi itu terjadinya karena ada tiga pelaku. Ada produsen selaku pembuat produk, distributor sebagai perpajangan tangan dari produsen, dan pada akhirnya jatuh ke pada konsumen setelah ada kesepakatan antara konsumen dan distributor. Seharusnya dari dulu memang berjalan seperti itu.

Nah, pada saat itu. Saya memposisikan diri saya sebagai distributor bersaingan dengan para pedagang TP yang juga berada di posisi yang sama. Dulu saya rela-rela berangkat ke Cikupa setelah Subuh, memakan waktu perjalanan hampir dua jam hanya agar bisa datang lebih awal, karena jika telat produk-produk yang memiliki kualitas bagus akan disikat habis oleh pedagang TP, dana mereka tentunya jauh lebih besar dari saya, sedangkan saya hanya bisa transaksi maksimal sekitar 2 lusin.

Persaingan dimulai dari sini, ketika pedagang TP harus menjajakan jualannya di kios yang mereka sewa. Saya menjualnya lewat pasar online, gratis tentu biaya kiosnya. Ketika pedagang TP menjual sepatu di harga 175 ribu, saya menjualnya jauh lebih murah, dan selalu saya lakukan seperti itu, survey sekaligus investigasi harga langsung ke TP menjadi kebiasaan saya sebelum saya publish produk di online. Tujuan saya pada saat itu ya sebenarnya agar produk lebih laku tentunya, mengambil untung lebih sedikit enggak apa-apa, saya juga tidak terbebani dengan biaya sewa kios. 

Di tahun 2010, belum banyak pedagang yang menjajakan barangnya lewat online, ketika ada satu produk yang lebih murah dari harga toko offline, otomatis barang tersebut akan lebih cepat laku. Dan terbukti, walaupun dalam jumlah sedikit, semua produk yang saya beli habis hanya dalam hitungan hari. Target saya dengan niat "menghabisi nyawa" para pedagang TP sebagai kompetitor terbukti cukup sukses.

Satu tahun pertama berjalan saya sebagai pedagang online diiringi cerita-cerita manis, semua dagangan yang saya beli di Cikupa benar-benar tidak pernah tersisa. Laku. Dengan klaim subjektif kira-kira saya, Taman Puring mulai ditinggalkan konsumen, bukan hanya karena saya seorang, tapi juga beberapa orang melakukan hal yang sama seperti saya, menjadi pedagang dadakan.

Sampai pada akhirnya cerita manisnya berubah menjadi kekhawatiran. Pihak yang berperan sebagai produsen yang sudah menjadi langganan saya selama ini pada akhirnya turun pentas juga. Ikutan DAGANG! Online pula, di mana area saya saat berperan menjadi distributor. Tahu apa yang dijajakan di toko onlinenya? Barang yang sama persis apa yang saya jual, dengan tapi. Harganya yang jauh lebih murah, harga yang sama persis dengan harga yang saya beli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun