Mohon tunggu...
Kevin Hutapea
Kevin Hutapea Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jono dan Pilkada

19 April 2018   12:27 Diperbarui: 19 April 2018   14:04 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ini menjadi tahun yang begitu hangat, sebab tidak lama lagi kita akan mengadakan pilkada serentak 2018 yang diikuti oleh 171 daerah, terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Jumlah paslon yang mendaftarkan diri sebanyak 580 paslon, dengan status 569 pendaftaran diterima dan 11 pendaftaran ditolak. Dari 569 pendaftaran yang diterima, sebanyak 440 paslon mendaftar dari jalur partai politik (parpol) dan 129 paslon mendaftar dari jalur perseorangan atau independen (sumber: Kompas.com). 

Tiap tiap daerah kini dipenuhi baliho-baliho gambar para calon pemimpin daerah dengan visi misinya yang penuh perjuangan untuk rakyat. Mobil-mobil yang dihiasai gambar para calon pemimpin daerah pun kini tampak di jalan raya. Segala pernak pernik ataupun perlengkapan lain untuk menonjolkan sosok calon pemimpin daerah sudah banyak ditemui disekitaran kita, begitulah ditahun ini yang katanya pesta demokrasi di depan mata.

Perkenalkan Jono si mahasiswa zaman now, kini didaerahnya akan mengikuti pilkada serentak dibulan juni mendatang. Jono merupakan mahasiswa semester empat yang aktif dikampus, dia sering mengikuti kegiatan-kegiatan kampus dan membuat acara-acara dilingkungan kampusnya, maka tak heran banyak para mahasiswa mengenalnya, selain itu dia juga begitu rapi dan tamvan serta selalu menjadi perhatian bapak ibu dosen krna keaktifannya. Kegiatan kampus begitu membuat dia terbiasa dengan kerumunan banyak orang dan menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi didirinya, tapi jangan pernah bertanya kepadanya mengenai kerumunan buruh yang sedang mengikuti mayday tahun lalu, dia tidak pernah berada disitu, baginya itu hari yang tepat untuk berlibur.

Pilkada didaerahnya pun sebentar lagi, disekitaran rumah jono sudah banyak baliho-baliho terpampang. Dikampusnya juga sudah banyak memperbincangkan soal pemilu, sesekali dosen nya juga menyelipkan cerita pemilu disaat mengajar diruangan kelas. Jono si mahasiswa aktif itu pun memiliki calon pemimpin daerah favoritnya, dia melihat sosok itu penuh kewibawaan, bervisi kerakyatan dan dijamin bebas korupsi, dari kegagumannya itu dia selalu pantengin media sosial maupun berita calon pemimpin daerah yang dia kagumi itu, dia tidak pernah ketinggalan info mengenai pasangan calonnya tersebut, dia hanya ketinggalan mengenai info konflik agraria yang terjadi di daerahnya, maklum dia terlalu sibuk dengan pelajaran dikampusnya yang menjauhkan dia dari permasalahan sosial. Jono tidak pernah tau mengenai lahan pertanian yang akan digantikan dengan bangunan-bangunan perumahan, dan petani akan beralih profesi menjadi buruh lepas, padahal bagi petani, tanah adalah kehidupan, begitu juga dengan konflik pertentangan mengenai akan dibangun nya Bandara Internasional di Kulon Progo yang banyak ditolak petani, dia bahkan tidak pernah mendengar kasus tersebut. Bagi Jono kuliah dengan rajin sudah cukup dan berharap lekas tamat dan bekerja untuk mengejar mimpinya, konsep mahasiswa yang menjadi agen perubahan dan berjuang bagi rakyat itu menjadi anomali baginya.

Tak disangka dan tak diduga dengan tiba-tiba Jono mulai bercerita kerakyatan dan seakan berjiwa nasionalis dan menompang sosok tokoh tokoh perjuangan saat bercerita, hal tersebut terjadi semenjak dia masuk ke jalur politik praktis hingga akhirnya Jono bergabung di tim sukses calon pimpinan daerah pilihannya, mahasiswa yang seharusnya bersekutu pada rakyat dan bersifat militan menentang penguasa tidak lagi ada ditubuh Jono. Kini Jono mengisi media sosialnya dengan foto calon pimpinan daerah favoritnya, dengan menuliskan keterangan yang cukup bergelora agar banyak rakyat sama seperti dia memilih sosok tersebut, dia menjadi martir bagi paslon tersebut. Jono yang dikenal begitu banyak mahasiswa dikampus pun memulai aksi nya dengan menjelaskan sosok tersebut keteman temannya, dia menjadikan kampus menjadi ladang perpolitikannya dengan harapan langkah ini bisa diikuti teman kampusnya. Atribut-atribut calon favoritnya pun sudah banyak melekat ditubuhnya, dari baju yang bergambarkan sosok tersebut, gelang tangan, topi sampai sepeda motor kesayangannya juga banyak dipenuhi sticker pasangan tersebut, sayang sebagai mahasiswa yang seharusnya bersifat universal dan kritis jono tidak menyalurkan energinya untuk gerakan-gerakan seperti Anti-tank yang menyebar gambar ataupun slogan di tembok tembok kota mengenai kasus kekerasan Ham yang belum terselesaikan ataupun isu sosial lingkungan dan politik sebagai bentuk protes.

Malam hari Jono sudah memiliki kesibukan baru seperti mengikuti rapat bersama tim sukses kemudian berdiskusi melingkar membahas mengenai strategi kemenangan calon favoritnya tapi bukan berdiskusi mengenai bagaimana masyarakat adat dapat hidup selaras dengan alam dan kini mereka mulai tergusur oleh pembangunan yang katanya untuk kesejahteraan ataupun bentuk bentuk industri yang menjanjikan  kehidupan layak bagi mereka, padahal jauh sebelum ada semua itu mereka sudah sejahtera mereka sudah berpendidikan dan mereka sudah jauh hidup bahagia dibanding calon pemimpin favoritnya, maklum saja Jono tidak pernah menonton karya Dandhy Dwi Laksono dan rekannya yang dirangkum dalam Ekspedisi Indonesia Biru.

Jono Pun sudah mulai bergerilya dengan menyebar brosur brosur dikantin kampus, dia kini sering mendatangi kos-kosan temannya untuk berkampanye padahal jadwal kampanye juga belum ditentukan, tak jarang dia ikut berdebat di warung kopi dengan temannya yang tidak sepaham padanya, maklum teman jono cukup idealis dia menganggap sejatinya mahasiswa harus lah bersifat independen sekalipun dia memiliki pasangan favorit yang bertarung di pemilu, urat-urat jono dileher kelihatan menentang temannya, seakan jono sedang di mimbar bebas kala zaman Revolusi di Eropa, dia begitu bergelora membela pasangan favoritnya, energinya dia pilih untuk itu daripada harus mengikuti aksi kamisan yang selalu dilakukan keluarga korban kekerasan HAM  didepan Istana Presiden. 

Wajar Jono ditentang temannya, jono seakan menggadaikan jati dirinya sebagai mahasiswa yang sejatinya kaum intelektual yang kurang pantas memilih tujuan praktis demi kepentingan pribadinya sebagaimana yang pernah ditulis Julien Benda dalam karyanya, Pengkhianatan kaum Cendikiawan, bahwa seharusnya kaum cendikiawan menjadi pencerah bagi rakyat, bukan malah mendukung satu pihak untuk kepentingan pribadi. Bukan suatu kebanggaan bagi jono ketika dia mahasiswa berjiwa idealis, dia merasa tidak keren akan hal itu. Jono tidak pernah belajar dari sosok Gie, maklum dia tidak tau mengenai Gie, dia hanya tau mengenai sosok adam smith dan beberapa rekannya. Jono tidak pernah tau bagaimana Gie sebagai mahasiswa yang gencar mengkritisi pemerintahan, berdiskusi dan memutar film dengan rekan rekannya sebagai tahap penyadaran bahwa pemerintahan saat itu sedang tidak baik baik saja.

Jono merasa ia dapat berperan mensejahterakan rakyat sesuai visi dan misi paslon pilihannya melalui jalur seperti ini dan terbersit harapan jono ialah hidangan kue lezat jika paslon favoritnya menang dipentas pilkada mendatang, jono yakin popularitasnya dapat memberi suara yang banyak dari kampusnya untuk calon pilihannya, sayang seribu sayang jono tak lagi seperti yang dikatakan Viktor Serge bahwa mahasiswa memiliki fungsi yang berbeda yang seharusnya bersekutu dengan kaum tertindas.

Cerita ini hanya fiktif belaka jika ada kesamaan nama itu merupakan bagian dari alur cerita, penulis sangat berharap cukup Jono yang seperti itu.

Kevin Hutapea

sumber gambar : google.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun