Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prabowo dalam Drama Operasi Plastik "Ratna Sarumpaet", Korban atau Sutradara?

19 Oktober 2018   18:06 Diperbarui: 19 Oktober 2018   18:30 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam 6 bulan kedepan, Indonesia akan mengalami sebuah momentum demokrasi nasional dimana pemimpin negeri kita akan ditentukan kembali setelah 5 tahun lamanya. Setiap nafas, langkah, maupun tutur kata para politisi selalu menjadi topik berita dimana-mana. Ya, bukan pesta demokrasi indonesia namanya jika tidak mengandung unsur drama. 

Narasi-narasi politik didengungkan oleh para politisi hingga ibu rumah tangga. Lantunan narasi dengan basis keilmuan dan fakta hingga narasi dengan basis agenda pribadi dan kebohongan belaka sudah menjadi asupan sehari-hari rakyat indonesia. Media yang dulunya menganut idealisme kebenaran mulai tergoyahkan dengan tuntutan keuangan. Tak perlu diselidiki, judul dan substansi yang dapat menarik minat pembaca sudah cukup menjadi halaman terdepan berita.

Sekitar 3 minggu yang lalu tepatnya pada pertengahan September hingga Oktober, negara kita dihebohkan oleh Ibu Ratna Sarumpaet yang "katanya" telah dipukuli hingga mengalami luka parah dan babak belur oleh sekelompok oknum  di wilayah bandara di  Bandung. Berita tersebut pun beredar dengan sangat cepat di masyarakat.  

Diawali dari kicauan twitter @Fadlizon, Wakil Ketua Umum Gerindra, yang menjadi semakin besar dengan adanya jumpa pers yang dilakukan oleh Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 1 yang menjadi pesain petahanan saat ini. Foto wajah "babak belur" Ratna yang juga tersebar luas di media semakin menjustifikasi cerita yang beredar. Berbagai polemik di masyarakat pun bermunculan, mulai dari yang bersimpati atas kejadian yang menimpa Ratna hingga argumentasi bahwa bentuk wajah Ratna tidak tampak seperti hasil pemukulan. Polisi pun merilis fakta mengejutkan bahwa tidak ada nama Ratna dalam catatan rumah sakit manapun maupun sebagai penumpang pesawat dari bandung. Tak selang lama, Ratna Sarumpaet pun akhirnya angkat bicara bahwa cerita itu tidak lain hanyalah kebohongan belaka. Jika sudah begini ceritanya, salah siapa?

Cerita berawal pada tanggal 21 September 2018 dari Ratna yang melakukan operasi plastik namun berkata bahwa sedang melakukan konferensi internasional di Bandung. Keesokan harinya setelah melakukan operasi, wajahnya membengkak. Panik akan bentuk wajahnya, ia pun mengarang sebuah cerita bahwa ia mengalami pemukulan di bandara Bandung. 

Kabar penganiayaan ini pertama kali oleh Swary Utami Dewi di akun facebooknya dengan menampilkan tangkapan layar WhatsApp pada 2 Oktober 2018 pukul 09.00 WIB. Cerita ini pun dibenarkan oleh sesama anggota Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Rachel Maryam, maupun kubu oposisi Jokowi, Fadli Zon, yang mengaku sudah bertemu dengan Ratna sebagai konfirmasi pasti cerita ini. Isu semakin diperkuat dan menyudutkan pemerintah dengan adanya cuitan dari Hanum Rais, anak dari Amien Rais, pada 3 Oktober 2018 yang berbunyi "Saya juga dokter. Saya melihat, meraba, dan memeriksa luka Bu Ratna kemarin. Saya bisa membedakan mana gurat pasca operasi dan pasca dihujani tendangan, pukulan. Hinalah mereka yang menganggap sebagai berita bohong. Karena mereka takut, kebohongan yang mereka harapkan, sirna oleh kebenaran." Cuitan tersebut juga sempat dibalas oleh Tompi yang menyebut bahwa luka yang didapat oleh Ratna sebagai luka hasil operasi dan menantang Hanum untuk memeriksa secara langsung.

            Setelah kabar penganiayaan ini beredar, Prabowo pun bertemu dengan Ratna bersama dengan Amien Rais dan Fadli Zon. Malam harinya pun langsung diadakan jumpa pers di kediamannya di Kertanegara. Mengutip ucapan Pak Prabowo yang memulai dengan menjelaskan pemukulan terhadap Ratna sebagai pimpinan pemenangan Prabowo-Sandi dan mendeskripsikannya sebagai "ancaman yang sangat serius bagi demokrasi". Jumpa pers ini diinterpretasikan oleh banyak pihak sebagai tudingan politis terhadap kubu lawannya. Namun penelusuran polisi menunjukkan banyaknya kejanggalan terhadap cerita Ratna. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menjelaskan bahwa Ratna sedang berada di sebuah rumah sakit di kawasan Menteng pada tanggal 21 September 2018. Tak lama setelah keterangan polisi, pada tanggal 3 Oktober 2018 Ratna pun menggelar jumpa pers di kediamannya dan mengakui bahwa tidak terjadi penganiayaan terhadap dirinya.  

            Setelah kejadian yang menggegerkan ini, muncul tudingan-tudingan dari pendukung Jokowi maupun masyarakat pada umumnya bahwa Prabowo dan kawan-kawan politiknya merupakan sutradara dari kebohongan Ratna Sarumpaet. Budiman Sudjatmiko, juru bicara Jokowi-Maaruf, mengatakan bahwa dalam berpolitik tidak ada yang namanya kebetulan. Budiman juga mengatakan bahwa kejadian ini penuh dengan aroma politik dan ia tidak percaya bahwa Ratna sendiri yang berperan di kejadian ini. 

Selain itu Saor Siagian, anggota Advokat Pengawal Konstitusi, dan Farhat Abbas bahkan melaporkan Prabowo Subianto karena dianggap menyebarkan fitnah dan menggunakan kebohongan sebagai kampanye hitam untuk menjatuhkan pasangan Jokowi-Maaruf. "Coba anda bayangkan calon presiden dapat menyimpulkan sendiri ini tindakan tidak beradab. Padahal seorang warga negara tidak boleh menyimpulkan seperti itu. Karena peristiwa itu tanggal 21. Harusnya mereka melapor kepada alat negara dalam hal ini kepolisian, bukan sepihak," tutur Saor Siagian.

            Berpendapat memang sudah menjadi hak dasar yang dijamin oleh UUD 1945, namun bukan merupakan hal yang bijaksana jika hak tersebut digunakan untuk menjatuhkan orang lain terlebih jika hal tersebut tanpa adanya dasar argumentasi yang valid dan tidak sesuai logika. Berdasarkan pernyataan Ratna, semua ini merupakan kesalahan dari beliau semata tanpa ada unsur politik sama sekali. Pengakuan dari orang-orang yang juga merasa "tertipu" oleh Ratna juga selalu konsisten. Berdasarkan hal tersebut muncul asumsi bahwa kejadian tersebut sebagai plot besar untuk menjatuhkan rezim Jokowi. Namun sebagai seorang warga negara yang tentunya cerdas maka, hal ini tidak boleh ditelan mentah-mentah melainkan harus dilakukan analisis lebih lanjut.

             Pertanyaan ini dapat kita anggap serupa dengan pertanyaan "Apakah rezim Jokowi diselundupi oleh simpatisan-simpatisan PKI?" atau "Apakah Indonesia dikendalikan oleh Kerajaan 9 Naga, sekumpulan pengusaha-pengusaha yang ingin menguasai indonesia?" Selalu ada kemungkinan bahwa hal tersebut bisa saja benar, akan tetapi jika pada setiap pendapat tidak terdapat dasar bukti yang kuat, maka harus sampai kapan berbagai berita dan hoax yang menyesatkan akan dapat dieradikasi dari negeri tercinta ini?

            Prabowo mungkin saja menjadi sutradara segala kejadian "hina" ini, tetapi hal yang harus selalu diutamakan yaitu menerapkan praduga tak bersalah sebelum adanya bukti-bukti yang mendukung hal tersebut. Hal yang paling bijaksana dilakukan saat ini adalah dengan mengawal pemeriksaan polisi hingga selesai dalam upaya mencari kebenarannya. Hal yang sudah bisa dipastikan bahwa Ratna sebagai akar dari permasalahan ini, namun siapa saja yang turut berperan dalam drama ini harus berdasarkan pada hasil valid penyelidikan pihak yang berwenang.


-Muhammad Orri Baskoro-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun