Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Harus Menang, Mengapa?

20 September 2016   00:50 Diperbarui: 20 September 2016   01:03 2374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hiruk pikuk menjelang Pilkada DKI 2017  makin meningkat suhunya, bahkan bisa disebut makin memanas yang diramaikan pula oleh adanya isu korupsi. Terlebih dengan ditangkapnya IG, ketua DPD RI oleh KPK semakin mengukuhkan bahwa pejabat negara atau penyelenggara negara banyak yang korupsi. Tak pelak lagi dengan adanya peristiwa tersebut pemerintahan saat ini mendapat pujian, tidak memberikan koruptor untuk bertengger di kekuasaan.

Berbeda dengan pemerintahan yang sebelumnya, jika ada pejabat negara yang tersangkut masalah korupsi maka pemerintah yang dinilai tidak becus, namun sekarang agaknya pola pandang yang dikembangkan justru sebaliknya, pemerintahan yang mendapat pujuian. Ibarat pedagang, daganganku yang terbaik, tergantung dari cara membacanya dengan gaya latin atau arab, dijamin tidak korusi atau korupsi tidak dijamin.

Pejabat jujur, parameternya tidak tersentuh KPK padahal masih banyak keluhan terhadap KPK yang kinerjanya masih tebang pilih. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan Antasari Azhar, Abdullah Samad apakah lengsernya kedua mantan pimpinan KPK tersebut oleh karena bersikap tebang pilih atau justru sebaliknya karena konsisten menjalankan amanat ?

Ahok adalah pejabat negara yang tidak tersentuh KPK, mungkin atas dasar itu bisa mengklaim sebagai pejabat yang jujur dan berani membongkar topeng para pejabat yang munafik.  Dalam politik, klaim jujur dan tegas menjadi bahan promosi untuk menarik dukungan agar dia terpilih menjadi pejabat. Sedangkan Amien Rais yang nota bene tidak menjabat apa-apa saat ini dinilai sebagai orang bodoh karena mungkin saja karena tidak mendukung Ahok.

Seperti itulah kira-kira gambaran persaingan perebutan kekuasaan untuk menduduki kekuasaan no 1  di DKI yang  belakangan disebut menjadi orang nomor 3 di Indonesia yang kira-kira persetan dengan kedudukan Mendagri yang "cuma" pembantu presiden. Apakah kedudukan Gubernur DKI menjadi istimewa kara statusnya sebagai ibukota negara ? Sama sekali bukan, pembentukan provinsi lebih bersifat administratave pengelolaan pemerintah dalam struktur pemerintahan republik yang dipimpin seorang kepala daerah, sama dengan propinsi lainnya. 

Ahok menjadi penting karena mampu menempatkan diri sebagai figur politik yang menjaga performance pemerintahan Jokowi, lengsernya Ahok memungkinkan terjadi pergeseran performace pemerintahan pusat. Siapa yang mampu mengendalikan DKI, secara politik akan mampu pula mengendalikan pemerintahan pusat, maka klaim kedudukan Ahok menjadi orang no 3 di Indonesia menjadi masuk akal. Yang menjadi pertanyaan, apa alasan gubernur DKI dalam hal ini Ahok bisa disebut sebagai figur yang mampu menjaga performance pemerintahan Jokowi ?

Dalam posisi keuangan pemerintahan yang terus menerus mengalami defisit, rakyat terutama pengusaha menjadi partner kekuasaan sebagai sumber keuangan. Contoh yang paling gres terjadi adalah kasus IG yang tertangkap tangan oleh KPK, pengusaha memberikan suap yang diakui sebagai bingkisan karena IG dalam posisinya sebagai pejabat negara dinilai mampu mempengaruhi keputusan pejabat yang memiliki kewenangan dalam pemberian izin seperti yang dilakukan oleh LHI mantan presiden PKS yang kini mendekam dalam penjara. 

Walaupun sudah membudaya, hubungan antara penguasaha dan penguasa terjadi hubungan imbal balik yang memiliki keuntungan untuk keduanya, namun hukum sulit menjangkau karena terjadi oleh adanya kesepakatan tanpa bukti hukum, pembuktian yang dilakukan oleh KPK salah satunya dengan OTT.

Adalah fakta, proyek reklamsi juga berbau suap, dalam OTT terkait proyek ini KPK mencokok Direktur Agung Podomoro Land dan anggota DPRD DKI dan menangarai adanya sebuah grand scenario yang mengorbankan kepentingan rakyat namun hingga sekarang pengusutanya hanya sebatas proses dari OTT itu. Bahkan walaupun PTUN memenangkan gugatan terhadap izin reklamasi Pulau G, bukan berarti menghentikan proyek tersebut. Rizal Ramli yang membekukan izin reklamasi harus lengser dari kabinet, izin itupun dicairkan lagi oleh penggantinya. Ini adalah indikasi bahwa proyek reklamasi tersebut penting artinya bagi pemerintah pusat dan posisi Ahok adalah menjaga kebijakan premprov DKI itu.

Bahwa proyek reklamasi sangat mungkin "milik" pemerintah pusat yang memiliki kewenangan menetapkan peraturan dibolehkankan WNA memiliki property di Indonesia, proyek reklamasi dalam kaitan dengan peraturan tersebut pengembang menyediakan mata daganganya. Sehingga disini keberanian pengembang menggelontorkan dana dalam proyek tersebut sangat mungkin dijamin oleh pemerintah pusat. Ganti kekuasaan biasanya berganti kebijakan yang tentunya dikhawatirkan akan menggagalkan komitmen yang ada dengan penguasaha dan Ahok sangat mungkin menjadi ujung tombak mengamankan komitmen tersebut. 

Bukan tidak mungkin hal ini diketahui oleh para elit politik yang memanfaatkan keadaan tersebut untuk "menggoyang" dalam persaingan politik, kekalahan Ahok bisa saja menjadi pukulan pemerintah pusat.  Wajarlah jika Ahok menjadi orang jujur, orang tegas, berani bersuara lantang karena posisinya menggaransi stabilitas pemerintahan saat ini karena parameter sebagai orang jujur adalah tidak bermasalah dengan KPK.  Sebaliknya, para pesaing politik membangun opini lain, Ahok kafir, Ahok arogan dan lain sebagainya. Semua itu sebuah permainan politik bagaimana memperkuat kekuasaan karena kekuasaan menjadi indetik dengan jaminan biaya politik yang besar. Sehingga disini yang terjadi adalah bagaimana menjamin biaya politik bisa kembali dengan mengamankan kedudukan. Ahok, adalah figur yang perlu diamankan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun