Titik persoalan ada pada besaran NJOP yang dilimpahkan kepada pemerintah, siapa yang memiliki kewenangan menetapkan NJOP ? Apakah pungutan kepada rakyat saat ini tidak perlu persetujuan rakyat melalui DPRDÂ ? Jika harus persetujuan rakyat melalui wakilnya di DPRD , penetapan NJOP sebesar Rp. 20.755.000 menjadi cacad hukum yang merupakan argumentasi hukum tidak terjadi unsur korupsi.
Bahwa pelimpahan penetapan NJOP berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014 , kapan terjadinya penetapan dan bagaimana prosesnya mestinya tidak menjadi mestiry kalau DPRD memahami fungsinya sebagai wakil rakyat. Apakah heboh DPRD DKI hanya bersandiwara .... politik bisa saja demikian dengan alasan politik itu cair.
Pada intinya, apabila 5 prinsip UU PDRD itu dilanggar maka yang terjadi adalah kegaduhan sebab prinsip itu mutlak harus diikuti dalam implementasi pelaksanaan UU PDRD oleh pemprov DKI. Kalau tidak kuat bayar PBB, jangan memiliki rumah di Jakarta tentunya akan dinilai melanggar prinsip UU PDRB yang memiliki sangsi.
Begitu juga jika tidak mendapat persetujuan wakil rakyat dan disahkan sebagai peraturan daerah tidak mengandung makna preventif dan korektif. Apakah karena KPK sudah mengindikasikan besarnya muatan politik pada pembebasan tanah RS Sumber Waras yang pokok persoalannya pada penetapan NJOP yang kontroversil itu  sehingga pagi-pagi sudah menyatakan tidak ada unsur pelanggaran ? Kalau prinsip undang2 sudah diabaikan akan berlanjut pengabaian hak rakyat karena dasarnya prinsip undang2 itu adalah untuk mengamankan dan memakmurkan rakyat.