Karena biasanya kurir ini harus hati-hati menata barang bawaan di tas 'bronjong'-nya supaya bisa lebih muat banyak. Karena banyak bawaan = sedikit kali wira-wiri ke gudang untuk mengambil barang antaran baru. Ada yang bilang, jika bekerja kurir... tiap hari serasa menata puzzle dalam tas bronjong.
Dan kendalanya banyak!
Terutama jika koneksi paket data seorang kurir ndut-ndutan alias byar-pet. Karena bisa dikatakan kurir adalah ujung tombak setiap perusahaan ekspedisi dengan konsumen sekaligus jalur komunikasi dengan awak staf gudang selama pengiriman.Â
Seorang kurir baru biasanya membutuhkan lebih banyak kuota untuk bertanya alamat tujuan pastinya kepada penerima sekaligus berkomunikasi dengan rekan lain, sedangkan seorang kurir yang telah sebulan bekerja mungkin telah sangat menghapal area penugasannya; namun kebutuhan koneksi ini sangat mungkin tidak berkurang karena banyak hal yang perlu dikoordinasikan selain pencatatan dan pemindaian barcode barang via aplikasi selama belum sampai ke penerima.
Pernah, tujuan penerima adalah seorang polisi. Dan pak polisi ini tiap harinya selama hampir seminggu harus bertugas mengamankan demo. Tidak bertemu dong. Dititipkan koleganya sekantor? Sayangnya tidak bisa. Kecuali si kolega mendapat mandat langsung dari pak polisi ini dan ada uang yang dititipkan. Lha kok pakai uang?Â
Karena paketnya merupakan paket COD alias bayar di tempat. Jika tidak ketemu maka paket tidak bisa berpindah tangan. Inilah gunanya koneksi stabil di kecepatan tinggi. Karena terkadang konsumen juga memilih ber-video call meski konsumen yang begini bisa dihitung dengan jari. Video call biasanya lebih sering dengan staf gudang atau supervisor-nya. Kemajuan teknologi saat ini memang #KalahkanJarak.
Jadi, di ekspedisi tersebut—maaf tidak saya sebutkan nama perusahaannya—ada paket berbeda untuk pilihan pengirimannya: Lunas terbayar semua di awal, terutang bayar ongkir (ongkos kirim) di tempat dan terutang bayar harga barang di tempat. Ada juga yang lebih ruwet: paket yang terkirim terutang ongkir dan harga barangnya sekaligus. Artinya, pengirim hanya memberi barang ke agen atau sprinter. Selebihnya, 'keberadaan uang' baru muncul saat barang diterima oleh penerima tujuan tersebut. Biasanya yang demikian ini karena adanya kerjasama dengan marketplace (pasar daring) tertentu.
Kendala lainnya adalah konektivitas. Berkurir secara mendasar mungkin bisa hanya dengan ponsel pintar jadul yang berkoneksi maksimal 3G. Tapi saya tidak menyarankan ponsel tersebut. Mengapa? Karena berdasar pengalaman saya, jaringan di bawah angka 4G ini sangat lemah jika berada di daerah bawah tower sutet tegangan tinggi, juga di kisaran 200an meter dari sekitar tower apartemen.Â
Untungnya #Jaringan 3 Indonesia dapat diandalkan di area penugasan tadi. Dan entah mengapa, jaringan kompetitor yang malah kurang cukup kuat di area tersebut (hingga saat ini ada dual SIM pada ponsel pintar saya) padahal saat di kosan pun lancar jaya.
Memori RAM 1GB pun agaknya benar-benar minimalis untuk bekerja demikian karena kita harus mematikan sederet fungsi ponsel pintar, terutama notifikasi pada banyak aplikasi. Itu pun tidak cukup: kita sudah pasti akan menemui ketidaklancaran di hal komunikasi via aplikasi pencatatan atau juga chatting.Â