Rute perjalanan biasanya memutar, berangkat dari dari negeri Cina, menyusuri pesisir Indo China, Thailand, Semenanjung Melayu, Tumasik/Singapura. Â Sampai disini rute peiayaran Terpecah menjadi dua: menuju Asia tengah dan ke arah seiaian, rute ke selatan akan menyusuri Pulau Sumatera (via Selat Bangka), pesisir utara pulau Jawa hingga Surabaya dan Madura. Rute perjaianan pulang bertolak dari timur pulau Jawa, menyeberangi laut Jawa, selat Karimata, menyusuri Kalimantan Barat, Brunei, menyeberang ke Palawan, Luzon. dam Taiwan kemudian kembali ke daratan Cina.
Pada masa awal para imigran terdiri dari para pedagang yang ikut serta dalam rombongan atau utusan kekaisaran Cina yang melakukan perjalanan muhibah untuk meninjau wilayah taklukan dan daerah yang mengakui pertuanan Cina sebagai penguasa perairan.Â
Para pedagang ini menumpang sampai suatu tujuan tertentu, kemudian menetap sambil menunggu kedatangan rombongan berikutnya yang akan kembali ke Cina. Para imigran awal ini terdiri dari laki-laki saja, baru pada abad ke-19 para imigran wanita ikut bermigrasi. Para imigran yang meninggalkan Cina pada awalnya berharap bahwa kelak akan pulang dan mati dikampung halaman dengan membawa sejumlah kesuksesan dari daerah perantauan.
Masyarakat Tionghoa mengenal dua konsep dasar ajaran kepercayaan Xiao dan Zhong yang sangat ketat dipatuhi dan diyakini oleh seluruh rakyat Cina termasuk  para imigrannya.  Xiao artinya berbakti kepada leluhur maksudnya seluruh rakyat terutama kaum laki-laki Wajib merawat Kuburan orang tua dan leluhur mereka serta merawat tablet /papan mama yang bertuliskan nama orang tua atau leluhur merwka yang sudah meninggal. Sedangkan Zhong artinya berbakti kepada negara maksudnya Seluruh rakyat  harus patuh dan hormat kepada Kaisar  sebagai wakil  Langit/tian.
Meskipun pada awalnya mereka tidak berniat mati di daerah perantauan, namun mereka dinilai telah melanggar ajaran kepercayaan Xiao dan Zhong. Mereka dianggap sebagai kaum yang terbuang, dimata hukum mereka dianggap sebagai pelarian politik yang melanggar Undang Undang negara dengan ancaman hukum pancung bila kembali ke kampung halaman.
Sikap politik seperti ini telah dilaksanakan sejak zaman Kekaisaran Ming pada masa pemerintahan kaisar Tai-Tsu yang menerapkan Politik isolasi dalam usaha melindungi negerinya, kemudi diteruskan pada masa pemerintahan Dinasti Manchu dengan sikap yang lebih keras lagi. Apapun Dampak yang timbul dari Kejadian ini menyebabkan terbentuknya pemukiman Tionghoa perantauan di luar wilayah Cina. Kemudian para imigran Cina ini memperukuat ikatannya dengan pedagang-pedagang lokal hingga para elite penguasa. termasuk pedagamg-pedagang muslim. melalui perkawinan atau memeluk agama Islam untuk memperkuat keberadaanya.
Sumber:
- Alamsjah, Sjam. dkk., Keturunan Cina dari Kalimantan Barat (artikel dalam rubrik Rehat Majalah Sinar, tanggal 13 Desember 1993.
- Ari, Kemas., Masyarakat Tionghoa Palembang, Tinjauan Sejarah Sosial 1823-1945. Palembang: FPS2B dan PSMTI, 2002.
- Hanafiah, Djohan., Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo Doeloe, Palembang: Humas Pemda Tingkat II Palembang, 1988.
- Leirissa, R.Z., 1985, Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950. Jakarta: Akademika Pressindo. Halaman: 33.
- Sevenhoven, J.I., Lukisan Tentang Ibu Kota Palembang (Terjemahan: Sugarda Purbakawatja, Jakarta: Bhratra, 1971.
- Team Peneliti Leknas-LIPI, Laporan Penelitian Pengaruh Agama dan Kepercayaan Golongan Minoritas Tionghoa terhadap Dorongan Berintegrasi ke dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta: Proyek Studi Sektoral Regional Depdikbud dan Leknas LIPI, 1978.
- Van Leur, J.C., Indonesia Trade and Society, Bandung: NV. Sumur Bandung, 1960.
- Vasanty, Puspa. Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia dalam buku Koentjaraningrat (Penyunting) Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 1990.
- Selesai -