Mohon tunggu...
kelvin lutfi
kelvin lutfi Mohon Tunggu... -

thinking out loud

Selanjutnya

Tutup

Politik

Drama Kejaksaan Agung, Segera Akhiri “Papa Minta Saham”!

1 Februari 2016   13:40 Diperbarui: 1 Februari 2016   14:10 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika kita mengikuti dan terus memperhatikan kasus “papa minta saham” yang melibatkan Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoedin yang hingga kini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung, maka akan terbersit dalam pikiran kita ‘sebenarnya drama apalagi yang masih dimainkan oleh para politisi negeri ini ?”

Pertanyaan tersebut muncul karena kasus yang terus-menerus ditangi oleh Kejaksaan Agung ini tidak ada kejelasan, bahkan kasus ini belum ke tingkat penyidikan dan masih dalam masa penyelidikan. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Jaksa Agung Prasetyo bahwa, “saat ini yang jelas masih penyelidikan…”

Mengapa masih dalam penyelidikan ? hal itu terjadi karena Kejaksaan Agung baru memperoleh satu bukti dari satu pihak, yakni rekaman hasil pembicaraan antara Maroef dan Setya Novanto yang ditemani oleh Riza Chalid yang berlangsung pada 8 Juni 2015 lalu. Hingga kini Kejaksaan Agung belum menemukan bukti lain. Ya, apakah Kejaksaan Agung akan mempertahankan ketidakjelasan kasus ini hingga beberapa waktu lagi atau mungkin Kejaksaan Agung terlalu malu untuk menyatakan kepada publik bahwa kasus ini tidak bisa dilanjutkan sehingga memaksakan kasus yang sudah dimulai sejak bulan November 2015 lalu.

Dugaan dari Kejaksaan Agung adalah adanya upaya pemufakatan jahat dalam pertemuan antara Maroef dan Setya Novanto. Sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 88 KUHP, pemufakata jahat dianggap terjadi jika kedua belah pihak telah mencapi kesepakatan untuk melakukan kejahatan. Sementara itu, dalam bukti rekaman yang ada, tidak ada kata atau kalimat yang menunjukan adanya pemufakatan.

Beberapa ahli hukum di negeri ini pun ikut geram dan mulai mengemukakan pendapat mereka berkaitan dengan kasus ini. Prof. Andi Hamzah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, mengatakan bahwa  hanya tiga kejahatan yang tercakup dalam KUHP, yakni pembunuhan terhadap presiden, pemberontak dan menggulingkan pemerintah. Kejaksaan Agung menjerat kedua belah pihak dengan alasan bermufakat akan melakukan tindak pidana korupsi (tipikor). Lantas korupsi yang mana yang berkaitan dengan 3 tiga kejahatan berdasarkan KUHP tersebut.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, memberi keterangan bahwa pemufakatan jahat bisa terbukti jika pemufakatan tersebut segera terjadi setelah dua pihak atau lebih sepakat untuk melakukannya. Sementara rekaman bukti pembicaraan sudah berada sejak bulan November 2015 dan hingga sekarang belum terbukti sama sekali, bahkan Kejaksaan Agung masih sibuk berburu keterangan dari Setya Novanto.

Lantas kapan Kejaksaan Agung akan mulai berkonsentrasi pada kasus perpanjangan izin Freeport ?

Karena sibuk dengan sesuatu yang kurang jelas seperti berburu bukti dan keterangan yang tetap tidak membuahkan hasil, kasus Freeport yang seharusnya ditangani secara hukum, kian hari kian terpolitisasi. Politisasi kasus Freeport semakin jelas sejak Komisi III DRP RI sepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) guna penanganan hukum kasusFreeport pada 20 Januari lalu.

Kondisi ini jelas mencoreng wajah hukum Indonesia. Apa saja yang dilakukan para penegak hukum jika kasus seperti kasus Freeport sampai terpolitisasi. Jika memang kasus “papa minta saham” sudah tidak lagi ditemukan bukti, Kejaksaan Agung sebaiknya jujur, tidak perlu malu untuk menyampaikannya ke publik. Tidak perlu memaksakan kehendak dan alihkanlah tenaga, daya, upaya untuk menangani masalah yang sarat hukum, yakni persoalan perpanjangan kontrak Freeport.

Sumber:

http://www.suara.com/news/2016/01/29/061000/kejagung-diminta-hati-hati-selidiki-rekaman-papa-minta-saham?utm_source=suara.com&utm_medium=berita-lainnya-bawah&utm_campaign=beritalainnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun