Mohon tunggu...
Kelik Wardiyono
Kelik Wardiyono Mohon Tunggu... Pendidik di SMAIT Ibnu Abbas Klaten

Seorang yang menyukai bersepeda, membaca buku dan travelling untuk menambah wawasan dan kearifan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Relevansi

26 Juli 2025   03:46 Diperbarui: 26 Juli 2025   03:46 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini pada setiap awal seratus tahun orang yang akan memperbarui agamanya." (HR. Abu Dawud dari Abi Hurairah)

       Hari ini saya menjadi salah satu di antara lebih dari 1200 peserta Musyawarah Nasional VI Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia yang berlangsung pada tanggal 24-27 Juli 2025 di Hotel Claro, Makassar.  Tema Munas kali ini sungguh relevan: Inovasi dan Kolaborasi Membangun Ekosistem Pendidikan Islam yang Modern. Di balik gemuruh antusiasme para peserta munas, saya merasakan denyut kesadaran kolektif dari para pengelola sekolah JSIT Indonesia---sebuah kesadaran untuk senantiasa adaptif dan tetap relevan menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah.

       JSIT Indonesia, yang telah berkiprah lebih dari dua dekade sejak didirikan tahun 2003, lahir sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak akan integrasi kurikulum nasional dan agama. Prof. Abdul Mu'ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang memberikan sambutan dan membuka Munas VI, menyatakan bahwa JSIT Indonesia memberikan alternatif pendidikan dengan kurikulum 200%, yaitu 100% kurikulum pendidikan dan 100% kurikulum Kementerian Agama tanpa diskon dengan mengajukan istilah baru, "Islam Terpadu".  Namun, dua dekade bukanlah waktu singkat. Formulasi keunggulan JSIT yang dulu revolusioner kini dihadapkan pada gelombang perubahan lanskap pendidikan nasional dan pesatnya perkembangan sekolah Islam lainnya. Ibarat kisah dalam "Who Moved My Cheese?" karya Spencer Johnson, JSIT Indonesia kini berada di fase krusial: menyadari pergeseran "keju" dan urgensi untuk bergerak, berinovasi, sebelum terlambat.

       Inilah momen pencerahan yang kerap diulas oleh David Mosby dan Michael Weissman dalam karya mereka, "The Paradox of Excellence"; bahwa keunggulan terbesar seringkali akan berubah menjadi kelemahan terbesar jika lingkungan berubah. Apa yang dulu menjadi kekuatan dan daya tarik utama JSIT, kini berpotensi menjadi belenggu jika tidak terus diaktualisasikan. Kesadaran ini adalah pijakan emas. Munas VI JSIT Indonesia dengan tema inovasi dan kolaborasi adalah deklarasi nyata bahwa organisasi ini enggan terjebak dalam nostalgia kejayaan masa lalu. Mereka memahami betul bahwa untuk tetap relevan, tak cukup hanya berpegang pada formula sukses yang pernah ada. JSIT Indonesia kini ditantang untuk menemukan "keju baru"---sebuah model pendidikan Islam yang tak sekadar terpadu, melainkan juga tangkas beradaptasi, berani berinovasi, dan mampu merangkul masa depan. Inilah saatnya untuk melepaskan belenggu kenyamanan, berani bereksperimen, merajut kolaborasi lintas batas, dan terus berinovasi agar warisan keunggulan JSIT dapat terus tumbuh subur, relevan, dan memberikan kontribusi berarti bagi peradaban pendidikan Islam di Indonesia.

        Alternatif Tindakan: 

Pembahasan tentang memikirkan kembali filosofi pembelajaran SIT, kurikulum dan implementasi pembelajaran mendalam melalui pembelajaran terpadu, membangun kemitraan strategis berbasis networking, pengembangan inovasi guru dengan mengintegrasikan kemajuan teknologi sebagaimana banyak dibahas oleh para narasumber seminar Munas VI ini menurut saya perlu ditindaklanjuti dengan serius

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun