Mohon tunggu...
Keisya Ruvyona Safaresti
Keisya Ruvyona Safaresti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang punya passion for social justice

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hate Speech, Batasan Antar Ujaran Kebencian dan Kebebasan Berekspresi

17 Desember 2022   14:04 Diperbarui: 17 Desember 2022   14:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis mengangkat topik mengenai ujaran kebencian atau biasa disebut hate speech yang memang sedang marak terjadi dalam era digitalisasi ini. Ujaran kebencian ini menjadi sesuatu yang dianggap lumrah terjadi dalam bermedia sosial terutama di Indonesia. Semakin mudah media sosial untuk diakses oleh para masyarakat awam, semakin mudah pula bagi masyarakat untuk mengutarakan opini mereka di media sosial. Tak jarang masyarakat mengutarakan ujaran kebencian terhadap suatu kelompok atau kaum tertentu. Terdapat beberapa pasal yang menjelaskan mengenai ujaran kebencian dan tindak pidana dari ujaran kebencian, seperti pasal 28 ayat (2) UU ITE. Ujaran kebencian sendiri walau sudah tertulis jelas dalam pasal - pasal tersebut, masih memiliki garis batasan yang bersifat cenderung kabur mengenai apa yang bisa disebut sebagai ujaran kebencian dan apa yang bisa dikatakan sebagai kebebasan seseorang untuk dapat berpendapat dan berekspresi di media sosial.  

Secara definisi hukum, ujaran kebencian dapat didefinisikan sebagai suatu tindak, perilaku, kebiasaan, ataupun perkataan yang mana membawa unsur kebencian atau menjelek-jelekan suatu golongan yang bisa membawa konflik sosial antar penulis dengan kelompok yang dituju. Para pengujar kebencian semakin marak terjadi dalam media sosial karena pengujar dapat bersembunyi dengan mudah di balik layar kaca atau bahkan menulis dengan anonymous. Dapat kita temukan pula bahwa tindak pidana dalam UU ITE tidak membedakan deliknya sebagai pelanggaran maupun kekuasaan. Hal ini yang dapat disebut sebagai kelemahan secara yuridis dalam penulisan pasal-pasal mengenai UU ITE.

Selain diatur dalam UU ITE pasal 28 ayat (2), ujaran kebencian juga dibahas dalam 56-157 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun pasal 4 dan pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Perbedaan yang terlihat signifikan antara tindak pidana pasal 28 ayat (2) UU ITE dan pasal ujaran kebencian dalam KUHP atau dalam Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis terdapat pada fakta bahwa UU ITE dianggap menurunkan derajat dalam ujaran kebencian. Pasal UU ITE tidak memberikan spesifikasi terhadap unsur kesengajaan seperti yang disebutkan dalam pasal KUHP dan Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, melainkan hanya memuat unsur "sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi".  Walau sudah memiliki tindak pidana dengan tingkatan atau syarat yang lebih rendah, namun ancaman pidan yang terdapat dalam UU ITE lebih berat daripada yang terdapat dalam KUHP. 

Pasal 28 ayat (2) UU ITE selain memiliki batasan yang dianggap tidak jelas dan memiliki kekurangan dalam spesifikasi unsur kesengajaan dalam ujaran kebencian, juga memiliki problematika lain. Pasal UU ITE ini dianggap memiliki kekurangan atau absennya unsur "hasutan untuk membenci" dalam pasal tersebut. Unsur hasutan perlu untuk disebutkan karena pentingnya unsur tersebut dimana unsur hasutan dianggap menjadi salah satu tindak yang bisa diancam pidana karena membawa orang atau kelompok lain untuk membenci golongan lainnya. Definisi "antargolongan" dalam pasal UU ITE juga memiliki batasan yang bisa dibilang kurang jelas, definisi antar golongan atau kelompok dalam UU ITE ini tidak memiliki identitas yang jelas dan seringkali dapat berubah-ubah tergantung dengan situasi. Definisi antargolongan ini juga bisa ditafsirkan dalam berbagai macam cara baik secara menyempit maupun meluas. Sehingga, tidak jarang seseorang yang hanya menuliskan kritikan dapat digugat oleh pasal ujaran kebencian ini.

Relasi kuasa juga menjadi problematika dalam UU ITE ini, dimana biasanya ujaran kebencian akan ditindak lebih cepat dan langsung diberikan ancaman pidana apabila ujaran kebencian tersebut memiliki hubungan dengan kritik terhadap pemerintah sehingga terdapat batasan yang kurang jelas tentang mana yang bisa dianggap sebagai pendapat terhadap sistem pemerintahan dan mana yang dianggap kritik atau kebencian terhadap pemerintah. Tak jarang ketimpangan terjadi dalam kasus-kasus ujaran kebencian dimana pihak yang lebih kuat seperti pemegang kuasa, institusi negara, atau partai politik melaporkan pihak-pihak yang lebih kecil dalam kasus ujaran kebencian, sehingga terjadi apa yang disebut sebagai dugaan-dugaan yang buruk atau bersifat kriminalisasi dan penindak kriminal yang berasal dari niat yang buruk. 

Hal-hal yang menjadi problematika atau celahan dalam UU ITE ini menjadi masalah bagi masyarakat terutama masyarakat kecil yang tidak memiliki kekuatan. Seseorang bisa mengutarakan pendapat atau opini mereka terhadap suatu isu dan mungkin saja ada suatu individu atau golongan yang tidak menyukai pendapat tersebut dapat melaporkan individu atau kelompok tersebut dibawah pasal ujaran kebencian. Namun hal ini tidak berarti bahwa pasal UU ITE mengenai ujaran kebencian sepenuhnya memiliki kekurangan dan hanya akan merugikan masyarakat. Pasal UU ITE mengenai ujaran kebencian ini juga banyak memberikan perlindungan dan ketertiban dalam bermedia sosial agar tercipta lingkungan atau media sosial yang bersifat aman, tertib, dan dapat menjadi sarana bagi hal-hal yang bersifat positif. 

 Terdapat beberapa faktor yang dianggap bermasalah atau menjadi problematika dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE ini, hal inilah yang membuat UU ITE pasal ujaran kebencian bagi beberapa orang dianggap masih memiliki banyak celah dan maksud yang kurang jelas. Undang-undang tersebut juga memiliki beberapa kekurangan yuridis dimana berdampak terhadap sistem pemidanaan yang kurang dapat berjalan secara maksimal. Oleh karena itu, diharapkan bahwa pasal 28 ayat (2) UU ITE dapat lebih memberikan spesifikasi dan batasan-batasan yang jelas dalam bentukan dari apa yang dimaksud dari ujaran kebencian dan penindakannya sehingga kasus-kasus mengenai ujaran kebencian dapat diproses dengan lebih cepat dan tidak hanya memperhatikan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau berlatar belakang kuat saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun