Mohon tunggu...
Inovasi

Raja Nikel, Kerajaan Debu: Wajah Ganda Transisi Energi

7 Oktober 2025   11:54 Diperbarui: 7 Oktober 2025   11:52 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas penambangan nikel di bekas lokasi tambang Sangia pada 19 November 2022. Foto oleh Tempo. Indonesia.


Di luar aspek politik, biaya terbesar dari nikel terlihat langsung pada tubuh dan kesehatan masyarakat kebanyakan. Di Sulawesi, limbah cair dari pabrik nikel terbukti melewati ambang batas parameter kualitas air seperti TSS, COD, BOD, dan kromium, sehingga mencemari sungai sekaligus merusak mata pencaharian masyarakat sekitar.
Proses peleburan itu sendiri melepaskan CO, NO, dan SO, polutan yang terbukti memicu penyakit pernapasan sekaligus mempercepat terjadinya krisis iklim. Limbah tailing, yang kerap mengandung zat radioaktif dan racun berbahaya, meresap ke dalam air tanah dan meningkatkan risiko bencana seperti longsor. Penelitian berbasis Life Cycle Assessment (LCA) juga menunjukkan bahwa paparan kontaminan tambang berkaitan erat dengan meningkatnya kasus asma, kanker, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), dan gangguan ginjal.


Semua ini terjadi ketika Indonesia menduduki peringkat sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia---21 juta ton, setara dengan 20% pasokan global. Namun manfaat utama yang mengalir ke rantai pasok kendaraan listrik dan energi bersih dunia, sementara biaya sosial-lingkungan secara tidak berimbang harus ditanggung oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Inilah ketimpangan yang merupakan dilema inti transisi berkeadilan: bagaimana menyeimbangkan dahaga dunia atas mineral kritis dengan kesehatan, keselamatan, dan martabat masyarakat yang menjadi sumber penyedianya.

Menuju Masa Depan yang Lebih Adil: Janji Urban Mining

Jika Indonesia ingin memimpin bukan hanya dalam produksi, tetapi juga dalam keadilan, maka kita harus berani melampaui praktek ekstraksi destruktif. Salah satu jalur yang menjanjikan adalah urban mining, yaitu upaya menambang kembali logam berharga dari limbah elektronik. Tidak seperti tambang konvensional, urban mining tidak menebang hutan atau meracuni sungai. Urban mining mampu menekan emisi gas rumah kaca, menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih aman, sekaligus mengubah limbah menjadi sumber daya.


Pendekatan alternatif mampu menyediakan mineral penting tanpa memperparah kerusakan ekologis dan sosial yang dapat menyelesaikan paradoks transisi berkeadilan. Urban mining adalah jawaban tersebut. Indonesia sudah menghasilkan jutaan ton limbah elektronik setiap tahun, namun sebagian besar masih berakhir di tempat pembuangan atau dikelola secara informal. Dengan membangun sistem pengumpulan, fasilitas daur ulang formal, serta mengintegrasikan pekerja informal ke dalam ekonomi resmi, Indonesia dapat membuka pasokan nikel dan kobalt baru sekaligus mengurangi tekanan terhadap hutan dan masyarakat lokal.

Apa yang Harus Dilakukan


Untuk merebut peluang ini, Indonesia harus bertindak tegas.

1. Tegakkan standar ESG dengan integritas. Smelter yang masih bergantung pada batu bara tidak pantas disebut sebagai kategori 'hijau'. Regulator wajib menuntut akuntabilitas perusahaan atas emisi, kondisi kerja, dan konflik lahan. Transparansi harus jadi aturan, bukan pengecualian.

2. Hentikan ekspansi yang sembrono. Dengan lebih dari 180 ribu hektar konsesi yang sudah tumpang tindih dengan kawasan hutan, izin baru hanya akan memperparah kerusakan ekologis. Pemerintah perlu memprioritaskan pengawasan dan rehabilitasi, bukan ekspansi tanpa henti.

3. Jadikan urban mining sebagai prioritas nasional. Tetapkan target ambisius untuk pemulihan e-waste. Berikan insentif bagi investasi teknologi daur ulang. Bangun infrastruktur formal. Lindungi serta libatkan para pemulung dan pekerja informal yang selama ini menanggung beban tanpa pengakuan.

4. Definisikan ulang mengenai peran Indonesia di panggung global. Kita tidak boleh puas hanya menjadi "tambang dunia." Indonesia justru bisa menjadi teladan bahwa mineral untuk transisi energi bersih dapat dipasok secara bertanggung jawab, dengan keadilan bagi pekerja dan martabat bagi komunitas.

Seruan untuk Bertindak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun