Mohon tunggu...
Cahyo KartikoAdi
Cahyo KartikoAdi Mohon Tunggu... Lainnya - Cahyo Kartiko Adi Nugroho

Saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seputar Permasalahan Penggunaan Dana BOS

16 April 2020   15:57 Diperbarui: 16 April 2020   16:02 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Negara yang besar dan bangsa yang maju berasal dari generasi mudanya yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertera pada pembukaan UUD tahun 1945 alenia keempat yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Tujuan negara itupun dapat terlaksana dengan baik apabila ditopang tingkat pendidikan yang baik pula. Namun jika kita lihat pada keadaan yang sebenarnya saat ini banyak muda-mudi Indonesia yang belum bisa merasakan bagaimana rasanya mengenyam pendidikan di bangku pendidikan baik tingkat SD sampai dengan tingkat SMA atau sederajat karena terbentur oleh keadaan ekonomi.

Jika melihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa anak-anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pembelajaran guna menunjang wajib belajar 9 tahun. Maka dari itu pemerintah mengambil langkah tegas untuk mewujudkan cita-cita bangsa tersebut dengan cara melalui program subsidi dana BOS yang ditujukan dengan maksud memberikan bantuan kepada masyarakat luas agar dapat merasakan pendidikan. Dana BOS ini adalah bantuan pendidikan yang diberikan oleh negara untuk menunjang pendidikan dan mensubsidi pembiayaan kegiatan pembelajaran yang sifatnya nonpersonalia.

Dana BOS ini ada 2 macam yakni dana BOS dari pemerintah pusat dan dana BOS dari pemerintah daerah. Kebijakan dana BOS ini muncul pada tahun 2005 pada bulan Juli yang mekanisme penyalurannya melalui sistem transfer sesuai dengan jumlah siswa yang ada pada sekolah tersebut. Penyaluran dana BOS itu sendiri dilakukan melalui tahap-tahap yang berbeda tergantung dengan letak geografis dan juga kebijakan dari pemerintah daerahnya.

Biasanya penyaluran dana BOS dilakukan setiap 3 bulanan dan untuk wilayah yang terpencil maka dilakukan sesuai dengan peraturan menteri keuangan atas usulan dinas pendidikan dan kebudayaan yakni secara 6 bulanan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dunia pendidikan ini mulai tercoreng dengan adanya kasus subsidi yang diberikan oleh pemerintah ini malah sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum kurang bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.

Banyak fenomena-fenomena yang mengatasnamakan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan seperti penambahan buku dan perbaikan perpustakaan sebagai dalil pemanfaatan dana BOS tersebut agar dapat dikelola secara pribadi.

Hal ini diperkuat dengan temuan Badan Penyeledik Keuangan (BPK) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang menemukan adanya penyelewengan penggunaan dana BOS. Kejanggalan ini juga diperparah dengan pihak sekolah itu sendiri menutup-nutupi laporan keuangan dana BOS. Pelakunya pun cukup beragam dalam kasus ini mulai dari kepala sekolah, dinas pendidikan dan juga kelompok kerja sekolah.

Kejadian penyelewengan dana BOS ini tidak hanya terjadi di satu wilayah saja melainkan beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya ada kasus penyelewengan dana BOS di Bandarlampung yang mana di salah satu sekolah di Bandarlampung ini tidak membentuk komite sekolah dimana komite sekolah ini berfungsi sebagai pihak pengusul dana perbaikan dan pengadaan dana BOS dilingkungan sekolah.

Selanjutnya diwilayah DKI Jakarta dimana pengguna dana BOS ini tidak dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dana BOS sehingga terjadi penyimpanan penggunaan dana BOS, serta di Cianjur Jawa barat terdapat kasus penyuapan terhadap pegawai BPKP oleh kepala sekolah agar dapat menghimpun dana BOS tersebut secara personal.

Jika kita kaji secara sosiologis menggunakan teori Emile Durkheim hal ini termasuk dalam anomi. Dimana teori Durkheim ini merupakan struktural fungsional. Teori struktural fungsional ini melihat masyarakat atau lembaga pendidikan sebagai sebuah keseluruhan sistem yang bekerja untuk menciptakan tatanan dan stabilitas sosial.

Durkheim sendiri melihat masyarakat atau lembaga pendidikan sebagaimana organisme. Organisme yang tersusun atas beberapa komponen yang memainkan peranannya masing-masing. Apabila masing-masing komponen bergerak sendiri, organisme tersebut akan mengalami disfungsi atau gagal berfungsi. Sama halnya dengan penggunaan dana bos ini, apabila pihak sekolah yang diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan dengan baik namun malah menyelewengkan dana bos tersebut maka akan terjadi disfungsi yang berimbas pada dunia pendidikan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun