Mohon tunggu...
Kebo Rawis
Kebo Rawis Mohon Tunggu... Penulis - Pencerita

Pandemen sejarah Nusantara yang sedang belajar menulis cerita silat berlatar masa kerajaan. Karya dapat dibaca di GoodNovel. Trakteer.id/keborawis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menafsir Ulang Legenda Keris Pu Gandring

25 Juni 2022   00:02 Diperbarui: 25 Juni 2022   00:06 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ken Angrok membunuh Pu Gandring. GAMBAR: nusadaily.com

KISAH Ken Angrok sempat jadi salah satu cerita favorit saya. Bagaimana seorang anak dari kalangan bawah yang dibesarkan penjudi, kelak dapat menjadi pendiri sebuah kerajaan besar dan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.

Membahas Ken Angrok tentu tidak bisa tidak bakal membahas Pu Gandring dan keris pusaka buatannya. Sebab dalam kisah-kisah yang banyak didengungkan, inilah kunci dari suksesnya pergerakan Ken Angrok menggulingkan akuwu Tunggul Ametung dari singgasana Tumapel.

Sebagaimana lazim diceritakan, Ken Angrok menghabisi Pu Gandring karena merasa kesal keris pesanannya belum selesai dibuat pada saat hendak diambil. Dalam keadaan sekarat, Pu Gandring mengeluarkan kutukan: Ken Angrok dan tujuh keturunannya bakal meregang nyawa oleh keris buatan sang empu.

Lanjutan kisahnya tidak perlu diteruskan karena saya yakin sudah tahu semua. Yang jelas memang Ken Arok dan raja-raja Singasari setelahnya tewas terbunuh akibat perebutan kekuasaan yang tak kunjung usai.

Namun kira-kira setahun silam saya menemukan satu pendapat yang menarik tentang peristiwa ini. Sebuah sisi lain yang mulanya membuat kening berkerut, lalu dengan cepat berganti manggut-manggut.

Sebelumnya mohon maaf sekali, saya tidak ingat siapa-siapa saja yang mencetuskan pendapat yang akan saya tuliskan ini. Juga saya lupa di laman mana membaca pendapatnya ketika itu. Kisanak dan Nisanak sekalian mungkin bisa googling sendiri.

Yang jelas, uraian di bawah saya rangkai dari pemikiran-pemikiran mereka yang coba menafsir ulang kisah keris Pu Gandring.

Apa yang menarik?

Menurut satu pendapat, keris Pu Gandring sebetulnya hanyalah bumbu cerita yang lantas jadi legenda. Dianggap benar-benar terjadi, padahal bisa jadi tidak demikian kenyataannya pada masa lalu.

Pararaton itu kan, semacam karya sastra. Jadi tidak heran kalau dicampur dramatisasi dan romantisasi sedemikian rupa agar kita mendapat kesan seru saat membacanya. Karya sastra masa itu juga umum dipakai sebagai cara untuk mengagungkan tokoh tertentu. Pararaton pun demikian.

Kisah Ken Angrok pesan senjata ke Pu Gandring mungkin benar adanya, tetapi yang dipesan bukan cuma sebatang keris. Ken Angrok ketika itu tengah mempersiapkan sebuah upaya kudeta militer. Kudeta merangkak untuk merebut Tumapel, daerah leluhurnya yang dirampas Panjalu.

Tunggu dulu! Memangnya siapa Ken Angrok ini sebenarnya?

Di sinilah yang menarik tadi dimulai, sebab sangat berbeda sekali dengan narasi yang selama ini disampaikan pada kita melalui buku-buku pelajaran dan juga sandiwara radio juga film.

Paman vs Kemenakan

Kalau menafsirkan Prasasti Kamulan, diduga saat itu putera Prabu Kameswara sudah (hampir?) naik tahta Kerajaan Panjalu menggantikan sang ayah. Kita sebut saja namanya Kameswara II, sebab tak ada referensi mengenai nama raja di antara Kameswara dan Kertajaya.

Mungkin saking singkatnya putera Kameswara ini bertahta, sampai-sampai ia tidak sempat mengeluarkan prasasti. Jadi, kita tidak dapat menemukan namanya dalam peninggalan-peninggalan sejarah.

Sedangkan antara prasasti termuda peninggalan Kameswara (Prasasti Ceker 1185 M) dengan prasasti tertua peninggalan Kertajaya (Prasasti Kamulan & Galunggung sama-sama bertarikh 1194 M), ada rentang yang terhitung lama.

Dari sinilah lantas muncul dugaan, jika sukses dari Kameswara ke Kertajaya diwarnai konflik. Kameswara punya putera dan mungkin sudah sempat naik tahta menggantikan sang ayah. Namun Kertajaya merasa lebih berhak menjadi raja Panjalu.

Karena istri Prabu Kameswar yang bernama Sasi Kirana adalah puteri raja Jenggala, konon bernama Prabu Girindra, sejumlah kalangan di istana Daha menolak tahta Panjalu diduduki oleh Kameswara II. Termasuklah Kertajaya yang notabene adik Prabu Kameswara sendiri, alias paman kandung Kameswara II.

Sebagai adik raja serta orang Panjalu tulen, Kertajaya merasa lebih berhak menduduki tahta. Karena itu ia berusaha merebut kekuasaan dari tangan si keponakan.

Kertajaya menang, sehingga kubu Kameswara II harus menyingkir ke Kutaraja di Jenggala untuk meminta perlindungan pada penguasa di sana.

Raja Jenggala yang adalah mertua Prabu Kameswara, alias ayah Sasi Kirana, alias kakek Kameswara II, meradang dan ganti menyerang Daha. Gantian Kertajaya dan pasukannya yang dibuat kocar-kacir sehingga menyingkir ke Katang Katang (Kalangbret di Tulungagung sekarang).

Katang Katang ini daerah asalnya Tunggul Ametung, waktu itu masih berpangkat senopati. Di sinilah tangan kanan Kertajaya ini menyusun strategi dan kekuatan untuk menyerang balik faksi Jenggala.

Tunggul Ametung ini seorang jago perang. Senopati berpengalaman. Dialah otak yang mengatur serangan balik. Dari basisnya di Katang Katang, dia secara cerdik membagi pasukan menjadi dua.

Satu pasukan dipimpin Tunggul Ametung sendiri. Mereka bergerak ke timur untuk meratakan Kutaraja dan menghabisi raja Jenggala beserta selurus kerabat dalem. Sementara Prabu Kertajaya dan pasukannya bergerak ke utara untuk menyerang Daha, lalu merebut tahta.

Kertajaya memenangkan perang dan menjadi raja Panjalu berikutya. Sedangkan Tunggul Ametung yang berjasa besar diangkat sebagai akuwu dan diberi Tumapel, sebuah daerah di Jenggala, sebagai apanase (tanah lungguh).

Nah, pendapat ini menduga jika Ken Angrok sebenarnya adalah putera Raja Jenggala tadi dari salah satu selir. Saat istana di Kutaraja dihancurkan oleh Tunggul Ametung dan pasukannya, ia sempat dilarikan oleh abdi dan dititipkan ke sebuah padepokan.

Dendam Leluhur

Setelah besar, Ken Angrok yang mendapat dukungan dari kalangan brahmana menggelorakan pemberontakan terhadap Panjalu. Gerakannya diawali dengan mendongkel Tunggul Ametung dari singgasana Tumapel.

Karena yang dihadapi adalah seorang Tunggul Ametung, mantan senopati cerdik sekaligus tangan kanan Prabu Kertajaya, maka Ken Angrok butuh amunisi yang memadai selain strategi bernas tentu saja.

Ken Angrok paham betul dirinya harus benar-benar menyusun siasat cerdas lagi efektif dalam menghadapi Tunggul Ametung. Dan itu musti disokong dengan persenjataan yang cukup.

Menurut pendapat yang saya baca ini, yang dipesan Ken Angrok ketika itu adalah persenjataan dalam skala besar. Kalau bentuknya keris, maka pastilah kerisnya berjumlah ratusan.

Untuk apa? Tentunya untuk mempersenjatai pasukan yang sudah dipersiapkan Ken Angrok dalam rencananya mendongkel Tunggul Ametung. Jadi, bukan cuma satu batang keris seperti di sandiwara radio atau pun film.

Pada perkembangannya, Ken Angrok merasa ada momen bagus sehingga memutuskan untuk mempercepat rencana. Ia ingin bergerak secepatnya demi memanfaatkan momentum yang tengah berkembang di Tumapel kala itu.

Begitulah, Ken Angrok lantas mengambil senjata pesanannya pada Pu Gandring. Namun tentu saja belum selesai, sebab pada saat memesan Ken Angrok mengatakan pesanannya baru akan diambil beberapa waktu ke depan. Ibarat kata, belum deadline tapi sudah mau dibawa.

Mungkin saja sikap Ken Angrok yang ngotot minta pembuatan senjata-senjata pesanannya dipercepat menyebabkan Pu Gandring murka. Mereka akhirnya bersitegang, lalu terjadi pembunuhan.

Ini versi yang menarik buat saya, sekaligus logis. Namun tentu membutuhkan penjelasan lebih rinci lagi kuat untuk menyambungkan cerita di atas dengan momen dan kejadian ketika Ken Angrok meminjamkan kerisnya pada Kebo Hijo. Peristiwa ini tuh, kira-kira perlambang apa dan sebenarnya apa yang terjadi saat itu?

Kalau ada yang mau menambahkan, silakan. Ini topik yang sangat menarik sebagai bahan diskusi bagi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun