Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjaga Kohesi Sosial dalam Kontestasi Pilkada 2024

17 November 2024   16:10 Diperbarui: 17 November 2024   16:20 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.lambusi.com/takalar/114581251/kpu-kabupaten-takalar-gelar-deklarasi-kampanye-damai

Pendahuluan

Pilkada 2024 akan menjadi ajang yang sangat penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Di lebih dari 500 daerah, pemilih akan memilih kepala daerah yang akan memimpin mereka dalam lima tahun ke depan. Proses ini tentu bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan kesatuan dan perdamaian di tengah perbedaan. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, sering kali menghadapi tantangan dalam mempertahankan kohesi sosial, rasa solidaritas dan kebersamaan yang membuat kita tetap satu, meskipun berbeda.

Dalam setiap kontestasi Pilkada, muncul potensi polarisasi sosial yang mengancam persatuan. Ketika kampanye diwarnai dengan politik identitas dan kampanye negatif, jurang perbedaan semakin dalam, menciptakan ketegangan yang merusak hubungan antarwarga. Oleh karena itu, menjaga kohesi sosial di tengah Pilkada 2024 menjadi hal yang sangat penting. Dalam konteks ini, peran partai politik, calon pemimpin, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan bahwa pesta demokrasi ini tidak hanya menghasilkan pemimpin yang berkualitas, tetapi juga memperkuat persatuan bangsa yang kita cintai.

Kohesi Sosial dalam Politik Indonesia

Kohesi sosial di Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman yang sangat kaya, memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas politik dan sosial. Sejak reformasi 1998, Indonesia telah menjalani berbagai proses politik yang berfokus pada demokratisasi dan pembangunan inklusif. Namun, tantangan besar dalam mewujudkan kohesi sosial tetap ada, terutama dalam konteks politik. Kohesi sosial bukan hanya soal hubungan antarindividu, tetapi juga bagaimana negara dan masyarakat mengelola perbedaan, baik dalam etnis, agama, maupun ideologi politik.

Secara teori, Emile Durkheim menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern, kohesi sosial tercipta melalui solidaritas organik, di mana keterkaitan antar individu terbentuk karena adanya saling ketergantungan. Di Indonesia, hal ini terlihat dalam berbagai sektor kehidupan, seperti kerja sama antar kelompok masyarakat yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Namun, dalam dunia politik, solidaritas ini sering diuji. Misalnya, dalam kontestasi Pilkada, politik identitas sering kali menjadi alat untuk menarik dukungan.

Partai politik atau calon tertentu terkadang memanfaatkan isu-isu sensitif, seperti agama atau etnis, untuk memperburuk polarisasi dan memecah belah pemilih. Fenomena ini semakin diperburuk dengan adanya politik transaksional, di mana kesetiaan politik lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kelompok daripada kesadaran kolektif untuk membangun negara yang inklusif.

Namun, terdapat pula contoh positif dalam pembentukan kohesi sosial, terutama dalam konteks koalisi politik. Setelah pemilu, pemerintah yang terpilih harus mampu mengelola keragaman ideologi di parlemen, serta membangun hubungan yang inklusif dengan semua kelompok, baik mayoritas maupun minoritas. Robert Putnam dalam teori modal sosialnya menyebutkan bahwa bonding capital (ikatan yang kuat antaranggota kelompok homogen) dan bridging capital (ikatan antar kelompok berbeda) harus seimbang agar kohesi sosial dapat terjaga.

Kohesi sosial dalam politik Indonesia sangat dipengaruhi oleh keinginan untuk menjaga persatuan nasional, yang tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Meski ada perbedaan dalam cara pandang dan identitas politik, menjaga keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai pemecah belah, adalah tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh partai politik, calon pemimpin, dan masyarakat Indonesia dalam setiap kontestasi Pilkada.

Peran Partai Politik dalam Menjaga Kohesi Sosial

Partai politik di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kohesi sosial, terutama dalam konteks Pilkada 2024. Sebagai aktor utama dalam arena politik, partai politik tidak hanya bertanggung jawab untuk memenangkan pemilu, tetapi juga untuk memastikan bahwa proses demokrasi tidak memperburuk perpecahan sosial yang ada di masyarakat. Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, di mana perbedaan agama, suku, dan budaya sering kali menjadi sumber ketegangan, partai politik harus memainkan peran kunci dalam menciptakan iklim politik yang inklusif dan saling menghargai.

  • Mengurangi Polarisasi Politik
    Partai politik memiliki kapasitas untuk mengurangi polarisasi politik yang dapat merusak kohesi sosial. Dalam Pilkada, sering kali calon atau partai politik menggunakan isu-isu identitas seperti agama dan etnis untuk memperkeruh perbedaan, yang berpotensi menambah ketegangan antar kelompok. Oleh karena itu, partai politik perlu menunjukkan sikap yang bijaksana dengan fokus pada visi kebijakan yang inklusif dan pembangunan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh semua kelompok masyarakat, bukan hanya segmen-segmen tertentu saja. Hal ini sejalan dengan teori Kohesi Sosial yang menekankan pentingnya solidaritas antar kelompok dalam masyarakat.
  • Mengedepankan Dialog dan Kolaborasi
    Partai politik juga berperan dalam memfasilitasi dialog lintas kelompok dan mempromosikan kolaborasi antar masyarakat yang berbeda. Sebagai contoh, partai politik dapat mengajak masyarakat untuk berdiskusi mengenai isu-isu sosial dan kebijakan publik yang relevan, daripada membiarkan perbedaan ideologi dan kepentingan politik memperuncing konflik sosial. Ini akan memperkuat hubungan antara berbagai kelompok etnis dan agama, serta menciptakan pemahaman bersama tentang pentingnya menjaga harmoni sosial. Sebagaimana disarankan oleh Robert Putnam dalam teorinya tentang modal sosial, pembangunan bridging social capital (modal sosial yang menghubungkan kelompok yang berbeda) sangat penting untuk mengatasi fragmentasi sosial.
  • Mendorong Pemimpin yang Mengayomi
    Selain itu, partai politik juga harus mendukung calon pemimpin yang tidak hanya cerdas dalam merancang kebijakan, tetapi juga memiliki karakter yang inklusif dan mengutamakan kepentingan bersama. Pemimpin yang mampu mengayomi semua lapisan masyarakat, tanpa memandang perbedaan latar belakang, sangat diperlukan untuk memperkuat kohesi sosial. Kepemimpinan yang menunjukkan integritas dan menghindari retorika yang membelah dapat menjadi teladan dalam mempererat persatuan masyarakat. Max Weber dalam teori legitimasi politiknya menyebutkan bahwa pemerintah yang sah dan diterima oleh rakyat adalah pemerintah yang mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan tanpa membedakan golongan.

 

  • Menjaga Komitmen terhadap Keberagaman
    Indonesia, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika-nya, harus tetap menjaga keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai ancaman. Partai politik, dengan jaringan yang luas dan pengaruh yang besar, memegang peranan penting dalam membangun narasi kebangsaan yang positif, yang menghargai perbedaan sebagai bagian integral dari identitas nasional. Dalam hal ini, partai politik harus mengedepankan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan keadilan sosial untuk memastikan bahwa kohesi sosial tetap terjaga meskipun dalam situasi politik yang sangat kompetitif.

Kesimpulan

Menjaga kohesi sosial dalam kontestasi Pilkada 2024 bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat, tetapi juga peran vital dari partai politik dan calon pemimpin. Kohesi sosial -yang menjadi pondasi stabilitas sosial- dapat terancam apabila polarisasi politik dan politik identitas semakin menguat. Namun, partai politik yang bertanggung jawab dapat memainkan peran penting dalam meminimalisir perpecahan tersebut dengan mengedepankan visi kebijakan inklusif dan memperkuat narasi persatuan.

Seperti yang telah dijelaskan, dalam konteks Indonesia yang sangat majemuk, peran partai politik menjadi krusial dalam mengedepankan dialog dan kolaborasi antar kelompok, serta memastikan bahwa keberagaman yang dimiliki bangsa ini tetap menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan. Dalam setiap Pilkada, penting untuk menghindari politik yang mengedepankan perbedaan primordial, dan sebaliknya memfokuskan perhatian pada pembangunan yang merangkul seluruh lapisan masyarakat.

Pada akhirnya, Pilkada 2024 harus menjadi ajang yang memperkokoh persatuan nasional, bukan hanya ajang kompetisi politik semata. Keberagaman Indonesia seharusnya menjadi modal untuk memperkuat kohesi sosial, dan hal ini hanya bisa tercapai jika seluruh elemen, baik partai politik, calon pemimpin, maupun masyarakat, mampu menjaga kedewasaan berpolitik dengan menjunjung tinggi toleransi dan rasa saling menghargai. Dengan demikian, Pilkada 2024 dapat menjadi langkah maju bagi demokrasi yang inklusif, harmoni sosial, dan kesejahteraan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun