Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Kasus Sigi Selalu Dihubungkan dengan Agama?

3 Desember 2020   19:46 Diperbarui: 3 Desember 2020   19:56 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ingatan kita semua pasti belum lekang oleh pristiwa pembunuhan satu keluarga di wilayah Trans Lewunu, Dusun 5, RT 13 Desa lembantongoa, Kecamatan Palolo-Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. 

Bagaimana tidak pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora ini selain meninggalkan duka mendalam buat keluarga juga meniunggalkan cerita lain yang hingga kini belum selesai dibicarakan khususnya para pengguna media social. 

Di awal pun saya percaya bahwa pembunuhan ini murni aksi terror yang dilakukan kaum mayoritas kepada kaum minoritas di wilayah tersebut. namun saat saya coba mencari lagi referensi di media online nasional juga channel youtubenya Denny Siregar barulah saya sadar bahwa semua informasi di media social tidak selalu benar. Iya seperti kata orang yang manis tidak harus cepat ditelan dan yang pahit tidak harus dibuang berlaku pula saat ini. 

Peristiwa sigi harus dipilah dan diletakkkan pada tempat yang seharusnya dan bukannya menyeret pada sebuah stigma atas kebenaran yang masih bersifat relative. Peristiwa sigi bukan soal mayoritas dan minoritas. Ini soal teror untuk menciptakan ketidaknyamaan bagi warga di lokasi tersebut bahkan disinyalir bahwa kehadiran MIT saat itu murni karena mereka membutuhkan stok makanan. 

Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Kapolda Sulteng Irjen Abd Rakhaman Baso yang menyebut Kelompok MIT mengambil stok makanan berupa beras dan rempah-rempah milik warga kemudian membakar 6 unit rumah. 

Dengan kondisi yang demikian, kita pun paham bahwa kelompok  MIT juga membutuhkan asupan makanan dalam pelarian mereka. Mereka butuh makan untuk menjelajahi hutan yang selama ini menjadi markas mereka. Apalagi selama ini mereka menjadi target operasi Tinambala yang sebelumnya telah melumpuhkan pimpinan terdahulu mereka, Santoso.

Mereka sadar sebagai target operasi, mereka harus bisa menghilangkan jejak saat meninggalkan tempat yang sempat dikunjungi. Tidak mengherankan jika kemudian mereka membunuh warga yang sempat melihat kehadiran mereka. Mereka ingin jejak mereka tidak tercium aparat apalagi pasukan TNI dan Polri yang sedang mengejar mereka. Mereka tidak mau nasib mereka sama dengan Santoso. 

Terlepas dari itu semua kita harus akui cara MIT untuk melarikan diri dan meninggalkan jejak terbilang cukup terstruktur. Pasalnya, para korban yang dibunuh rata-rata adalah warga beragama Kristen yang notabene adalah kaum minoritas. MIT paham dengan membunuh warga tersebut, maka isu agama dengan sendirinya mencuat ke permukaan dan memberi waktu bagi mereka untuk bisa melarikan diri. Dan isu itupun sepertinya mengena dengan banyaknya postingan di media social seperti FB dan Instagram yang menghubungkan peristiwa Sigi dengan agama baik itu berupa gambar maupun video. 

Kita pun larut dalam sentiment agama tersebut. kita begitu mudah digiring dalam sekat agamis sampai lupa untuk berpikir kritis. Otak kita dipaksa percaya pada satu informasi tanpa mencoba mencari tahu kebenaran dari informasi tersebut. 

Saya, anda dan kita terjebak pada lingkaran setan perkembangan teknologi dewasa ini sampai mendewakan teknologi. Teknologi memang memberikan manfaat bagi kita salah satunya mendekatkan kita di ruang yang sama namun juga membuat kita lupa caranya berjuang. Iya perjuangan kita sebagai anak bangsa yang menghargai perbedaan seolah lenyap seketika kita digiring dengan isu agama semacam itu. Kita lebih mempercayai FB atau IG ketimbang diri kita sendiri. 

Wajar sih jika kita harus mengikuti perkembangan informasi dan teknologi yang berkembang massif saat ini biar tidak dianggap ketinggalan jaman, tapi kita juga harus bisa memberikan batasan ini dan itu biar kita tidak kemudian jauh lari ke depan sampai lupa kalau kita masih punya hati nurani untuk dipercayai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun