Mohon tunggu...
Ine WawoRuntu
Ine WawoRuntu Mohon Tunggu... Aktivis dan Pemerhati Budaya

Berdomisili di Belanda, saya adalah seorang pemerhati dan aktivis budaya Indonesia. Peran saya mencakup beberapa bidang, antara lain menjadi tutor Bahasa Indonesia, mengelola kegiatan edukasi dan pariwisata dari- dan ke Indonesia, dan secara rutin mengadakan pameran wastra serta promosi kuliner Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Tenun Kajang: Merajut Warisan Budaya untuk Panggung Global

4 September 2025   18:29 Diperbarui: 4 September 2025   19:01 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia Sidi Rana Menggala (kiri) dan Founder Stichting Hibiscus, Ine WawoRuntu (kanan). (Foto: koleksi pribadi)

Amsterdam, 2 September 2025

Tenun bukan sekadar kain, melainkan sebuah narasi kehidupan. Setiap helainya menceritakan warisan budaya, identitas, harapan, dan kearifan lokal. Di balik setiap motif dan warna, tersimpan makna mendalam, doa, serta nilai spiritual.

Makna inilah yang diangkat oleh Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia saat bertemu dengan Stichting Hibiscus (Hibiscus Foundation) di Amsterdam, Belanda. Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Sekretariat Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, menyerahkan kain tenun khas masyarakat adat Kajang dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. Penyerahan ini bukan sekadar cenderamata, melainkan sebuah simbol dari upaya untuk membawa karya agung penenun lokal ke kancah internasional.

Menurut Sidi, kain tenun yang diserahkan kepada Ine WawoRuntu, Founder Hibiscus Foundation, di Indonesia House Amsterdam, memiliki makna lebih dari sekadar produk fisik. Bagi masyarakat adat Kajang, menenun adalah cara mereka menceritakan kehidupan. Benang yang dipintal dan diwarnai dengan pewarna alami serta motifnya yang filosofis mencerminkan hubungan erat mereka dengan alam, khususnya ekosistem hutan sakral yang mereka lindungi selama berabad-abad.

"Setiap corak dijiwai dengan makna filosofis serta hubungan dengan ekosistem hutan sakral mereka, yang telah mereka lindungi selama berabad-abad di bawah prinsip Kamase-masea," ujar Sidi. Prinsip Kamase-masea mengajarkan hidup sederhana dan bersahaja sebagai jalan untuk meraih kebahagiaan sejati.

Donasi ini menjadi penanda komitmen bersama untuk meningkatkan visibilitas budaya masyarakat adat Indonesia dan praktik berkelanjutan yang mereka jalankan di mata dunia. Selain itu, donasi ini merupakan langkah strategis GEF SGP Indonesia untuk mempromosikan warisan budaya masyarakat adat, termasuk masyarakat Kajang, dengan menampilkan cara hidup mereka yang berkelanjutan. Donasi ini juga bertujuan untuk membina kemitraan internasional, memperkuat jembatan antara komunitas lokal di Indonesia dan institusi global yang menghargai pelestarian budaya serta pembangunan berkelanjutan.

"Misi kami adalah mendukung mata pencaharian komunitas dengan menciptakan jalur agar produk-produk budaya mereka
diakui dan mendapatkan akses ke pasar baru. Hal ini akan memberikan manfaat ekonomi kepada para penjaga keanekaragaman hayati kita. Dengan membawa tenun Kajang ke Indonesia House Amsterdam, kami berharap dapat memicu percakapan, apresiasi, dan membuka pintu kolaborasi yang menghormati serta mendukung kearifan masyarakat adat," tutup Sidi.

Donasi kain tenun tersebut diserahkan bertepatan dengan pameran "The Tale of Tenun, Women and Weaves: Eastern Indonesia Textile Prelude" di Indonesia House Amsterdam. Acara yang diadakan di lantai dua gedung ini merupakan kolaborasi antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Stichting Hibiscus yang dimotori oleh Ine WawoRuntu.

Pameran ini tidak hanya bertujuan sebagai diplomasi budaya, tetapi juga untuk mengangkat identitas para penenun dari berbagai daerah di Indonesia. Meskipun dampaknya tidak instan, pameran ini setidaknya menjadi wadah penting untuk memperkenalkan hasil karya para penenun kepada masyarakat Belanda.

"Tujuan kami adalah agar masyarakat Belanda memahami bahwa tenun adalah sebuah karya seni yang bernilai tinggi, bukan sekadar produk tekstil biasa," tutur Ine WawoRuntu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun