Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Orang Lain Boleh Menghina Diriku, Namun Aku Tak Boleh Menghina Diriku Sendiri!

21 Desember 2009   05:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:50 15685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata-kata Hinaan dan Makian Tak Akan Membuat Aku Terhina atau Termaki. Begitu Juga, Sebuah Kata Anjing Tak Akan Segera Merubah Aku Menjadi Anjing. Namun Saat Aku Mencoba Membalas, Dengan Berkata Kamu Anjing, Maka Pada Saat Itu Tak Ubahnya Aku Sudah Seperti Anjing! [caption id="attachment_41003" align="aligncenter" width="279" caption="katedra, dasar kamu bodoh,oon,banyak ngomong, dasar monyet, gak tahu diri, biar cepat mati....ehmmm, amin...amin. wordpress.com"][/caption] Judul tulisan ini adalah Kata-kata kekuatan yang selalu saya katakan pada diri sendiri, istri, atau teman-teman yang merasa dihina , diremehkan atau direndahkan orang lain karena kesombongannya. Memang menyakitkan dan menimbulkan rasa marah bahkan mungkin dendam yang berkepanjangan. Akan tetapi semua itu tak perlu untuk disimpan menjadi sampah yang terpendam . Sakit dan marah cukup dirasakan saat itu saja, kalau dendam sampai dipendam justru akan semakin menyakitkan, merugikan kesehatan dan beban yang menyesakan dada. Prinsipnya adalah, orang lain mau menghina atau memaki itu hak mereka, namun kitapun punya hak untuk tidak merasa terhina dan termaki. Kata-kata anjing, bukan manusia, bahkan air ludah sudah pernah saya rasakan atas sebuah penghinaan dan penghakiman. Tapi kata-kata dan penghinaan itu justru untuk mengingatkan dan menyadarkan seketika, bahwa saya tidak boleh melakukan hal yang demikian kepada orang lain. Karena saya sendiri sudah merasakan kejadian ini sungguh menyakitkan. Jangan rasa sakit hati yang saya dapatkan lantas diberikan kepada orang lain sebagai pelampiasan. Biarkan saja rasa sakit hati itu diolah menjadi hati yang pengertian dan mengasihi. Adakah saya akan merugi kalau demikian? Ya, mungkin merugi dalam pemikiran dalam kepintaran saya, namun akan menjadi kaya dalam penilaian hati nurani yang selalu waspada. Hinaan dan caci maki tidak akan sampai menyakitkan kalau kita bisa mengganggap itu bukan caci maki dan hinaan, tapi sebagai mutiara yang indah dan berharga. Yang kita perlukan saat menghadapi permasalahan hidup hanyalah bagaimana merubah sudut pandang. Teorinya gampang pelaksanaannya yang perlu perjuangan. Itulah gunanya kita selalu menjadikan setiap peristiwa hidup, apapun itu sebagai pembelajaran. Sehingga setiap peristiwa kehidupan itu bagaikan permata yang akan membuat kita menjadi kaya raya. Yang seringkali kita lakukan saat menghadapi caci maki dan penghinaan adalah selain membela diri kita secara langsung atau tak langsung akan melakukan serangan balik berupa hinaan atau caci maki juga. Kalau tidak bisa atau merasa takut untuk membalas, kita akan jadikan sebagai dendam. Tapi coba sejenak kita pikirkan dan renungkan, dengan cara demikian bukankah tanpa kita sadari telah meremehkan dan menghina atau merendahkan diri sendiri? Saat orang lain menghina kita dengan kata anjing, monyet, babi atau csnya yang lain, lalu kita membalas dengan kata-kata binatang seperti itu , bukankah kita telah menunjukkan bahwa kita juga tak ubahnya sepeti seekor binatang? Mungkin saja saya salah, oleh sebab itu saya hanya bisa bilang, coba renungkan! Kalau kita memang masih manusia pasti masih bisa merenung, tapi kalau sudah jadi binatang, wah, masih bisakah merenung? Mau merenung atau marah? Semoga pada saat merenungi, kita tidak menemukan bahwa kita pernah menjadi seekor binatang?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun