Mengapa kita lupa dengan jati diri kita sebagai bangsa yang cinta damai? Mengapa kita lupakan juga, bahwa kita adalah bangsa yang pemurah? Mengapa melupakan juga kehendak Tuhan dan teladan Para Nabi yang kita junjung? [caption id="attachment_90147" align="alignleft" width="509" caption="PEACE//GETTYIMAGES"][/caption]
* Suasana negeri memanas. Gonjang-ganjing disana-sini. Pertikaian dimana-mana. Membunuh atas nama agama dan rumah ibadah dibakar, kini menjadi tontonan. Entahlah, ini benar adanya atau rekayasa tingkat tinggi. Yang jelas dan pasti kekacauan telah terjadi. Ada korban yang mati.
Kekacauan dan pertikaian telah ada dipermukaan. Begitu banyak energi yang dihabiskan. Banyak pekerjaan terabaikan. Pemimpin negeri tak bisa bersikap tegas. Rakyat terombang-ambing dan memelas.
Indonesia negeri yang indah dan damai. Penduduknya yang dikenal ramah tamah dan religius, hampir menjadi sejarah. Berganti amuk massa dan keberingasan. Tadinya adalah bangsa yang pemurah drastis menjadi bangsa yang pemarah. Rakyat yang dulunya dikenal santun dan sabar, kini telah menjelma buas dan lebih mengedepankan emosinya. Kita lupa, bahwa kekerasan adalah bukan budaya kita!
Banyak organisasi massa yang seharusnya membantu dan menciptakan perdamaian di negeri tercinta ini, justru menabur kekacauan dan menyebar kebencian.
Masaa yang bodoh dan tak punya pendirian dijadikan budak dan pionir dengan mudah untuk dikendalikan. Ternyata politik adu domba masih ada, sehingga sesama saudara rela bermusuhan. Lupa bahwa kita berasal dari asal yang sama.
Lupa pesan Tuhan dan Para Nabi untuk saling mengasihi, sehingga kita lebih rela untuk saling membenci dan menghabisi.
Kita juga lupa akan kehendak Tuhan yang kita sembah. Yang menginginkan manusia ciptaanNya hidup damai di atas bumi ini melalui pesan-pesanNya melalui Para Nabi. Melalui teladan-teladan Para Nabi yang hidup damai dan penuh cinta kasih pada jamannya.
Tetapi pertikaian tiada habisnya di bumi pertiwi. Entah mengapa kita lebih membutakan diri dan memilih hidup dalam pertikaian.
Kita yang masih memiliki hati yang damai adalah suatu berkah. Ketika ada yang bertikai, minimal tidak terlibat didalamnya. Berusaha menjadi penengah dan mengingatkan. Mari kita kibarkan didalam diri kita sebagai Front Perdamaian Indonesia.
Seharusnya sebagai bangsa yang besar dengan budaya adiluhung dan ajaran agama yang agung, kita malu pada dunia dengan perilaku kita. Malu dengan berita-berita pertikaian yang terjadi dan diketahui luas secara cepat.