Para bijak berkata:
Kalah itu mulia. Karena kekalahan membutuhkan kebesaran jiwa dan kearifan untuk menerimanya. Dengan kekalahan kita memberikan kemenangan yang mendatangkan kegembiraan bagi pihak lain.
Siapa yang mau kalah? Sepantasnya setiap orang menghendaki kemenangan dalam hidupnya. Karena kemenangan mendatangkan kebanggaan dan kegembiraan. Menghadirkan penghargaan dan penghormatan.
Sementara itu pastinya kekalahan itu menyakitkan dan menimbulkan kekecewaan. Mimpi buruk.
Bahkan bisa mendatangkan rasa putus asa. Karena kekalahan bisa menjadi bahan ejekan dan tertawaan.
Dalam kehidupan nyata banyak kita temui pihak-pihak yang tidak siap dengan kekalahan. Akibatnya melakukan kecurangan dan tindakan anarkis.
Pada pemilihan kepala daerah misalnya. Semua pihak ingin menang. Tidak salah memang. Tetapi demi untuk meraih kemenangan tak sungkan melakukan kecurangan.
Di bidang olahraga. Dalam cabang sepak bola contohnya. Banyak tindakan anarkis dan pengrusakan. Salah satu penyebabnya karena ada pihak tidak berani menerima kekalahan. Seakan haram apabila harus kalah.
Dalam kehidupan keseharian. Kita rela menarik urat leher panjang-panjang untuk berdebat. Rela membuang demikian banyak energi untuk mempertahankan kebenaran yang belum tentu benar.
Perdebatan bisa panjang dan caci-maki bertebaran. Tak ada yang berani untuk kalah atau mengalah. Kenapa? Sebab semuanya merasa paling benar.
Apa kata dunia kalau berhenti berdebat? Bisa-bisa dianggap kalah dan pecundang. Begitulah keakuan menguasai. Kekalahan dianggap diaib.