Ketika kita berpikir paling susah dan   menderita, ternyata ada yang lebih susah dan menderita.
Awalnya saya enggan menulis tentang hal ini. Di kepala saya berputar berbagai pertimbangan antara menulis atau tidak. Antara risih atau menginspirasi. Ditambah sebelumnya sudah terpikir ingin rehat beberapa saat.Â
Namun ada semacam dorongan untuk menuliskan hal ini sebagai sebuah refleksi dan motivasi.
Apakah salah?Â
Apalagi dalam kondisi saat ini saat kita membutuhkan untuk saling menguatkan. Kala kecemasan dan ketakutan hadir silih berganti.
Senja ini saat memikirkan istri yang harus menjalani isolasi mandiri dalam kondisi yang kurang baik, saya membaca status WA seseorang yang pernah menjadi rekan kerja.Â
Isinya  antara doa dan keluh kesah disertai emoji menangis. Ia merasakan begitu berat beban moral yang harus ditanggung saat ini.Â
Mengapa hidup begitu pahit sekali?Â
Karena sudah empat hari meninggalkan pekerjaan dan keluarga demi menemani ibunya yang sedang dirawat di rumah sakit.Â
Saya tergerak untuk menanggapi statusnya. "Saat yang terbaik ada kesempatan merawat Ibu, percayakan Tuhan akan memberikan yang terbaik. Bila ikhlas pasti Tuhan akan menjaga keluarga kita."