Saat awal-awal menulis di Kompasiana. Saya diolok-olok menulis seperti minum obat saja. Sempat juga membaca olok-olok bahwa saya getol menulis demi untuk menjadi kompasianer teraktif. Dengan demikian bisa nampang terus di halaman depan Kompasiana ketika itu.
Padahal saat itu terpikirkan pun tidak untuk menjadi yang teraktif. Olok-olok itu kemudian tidak terbukti, justru menjadi kekuatan untuk terus menulis. Bahkan pada saat kolom penulis teraktif ditiadakan.
Gairah menulis tidak terpengaruh sama sekali saat kolom penulis tidak diaktifkan lagi di halaman depan Kompasiana.
Sebuah olok-olok yang dilontarkan orang yang iri atau tidak bertanggung jawab. Bisa menjadi racun mematikan bila disikapi secara negatif. Tetapi olok-olok bisa menjadi kekuatan bagi kita bila disikapi dengan positif.
Di dunia menulis. Apalagi diterbitkan di media online. Semestinya kita menyiapkan mental yang bisa menerima segala keadaan seburuk apapun. Dari kritikan pedas, olok-olok sampai caci-maki,
Sebab semua itu bisa membuat kita lebih tertantang dan melahirkan kekuatan untuk menulis semakin baik berkembang lagi.
Jadi, mengapa harus takut terhadap olok-olok? Teruslah menulis sebaik yang bisa kita lakukan adalah pilihan terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H