Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

SIPD dan Tantangannya

1 April 2021   17:20 Diperbarui: 1 April 2021   19:40 10484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu, Selasa (30/3/2021), Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Keuda Kemendagri) Mochamad Ardian menerima Bupati Merauke Romanus Mbaraka bersama Sekda Kabupaten Merauke dan jajarannya. 

Di sore harinya, Dirjen Bina Keuda Kemendagri menerima Walikota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diany dan Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie (Walikota Tangsel terpilih periode 2021-2024).

Walikota Tangsel Airin yang sebentar lagi akan berpindah tongkat estafet kepada Benyamin Davnie menyampaikan kepada Dirjen Bina Keuda, "daripada gaduh di media, saling menyalahkan, lebih baik dirinya langsung berkonsultasi ke Bapak Dirjen untuk mencari solusi atas permasalahan SIPD."

Keluar masuk Kepala Daerah ke ruangan Dirjen Bina Keuda sudah menjadi pemandangan biasa dalam kurun waktu belakangan ini. Sebelumnya, di Bulan Februari ada Walikota Pariaman Genius Umar yang telah berkunjung. 

Sejumlah Kepala Daerah yang datang tersebut rata-rata memiliki masalah yang sama: konsultasi penerapan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), persoalan administrasi lain terkait keuangan daerah, dan Kepala Daerah yang datang meminta pencerahan soal Dana Transfer Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID).

Diketahui, SIPD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam negeri (Permendagri) No. 70/2019 serta Surat Edaran Mendagri Nomor 137/736/SJ tanggal 27 Januari 2020 tentang Percepatan Implementasi Sistem SIPD.

Dimana dalam aturan dan edaran itu menginstruksikan Pemda untuk memakai SIPD untuk proses pengelolaan keuangan (termasuk sistem penggajian dan seluruh tata kelola keuangan daerah).

Dalam aturan terbaru, penerapan SIPD berubah menjadi bukan sebuah keharusan Pemda mengimplementasikan di daerah masing-masing. Sebab, pada tanggal 12 Januari 2021 Kemendagri akhirnya memperbolehkan digunakannya aplikasi selain SIPD secara paralel. Dengan catatan tetap menginput dalam SIPD.

Pernyataan itu termaktub dalam edaran terbaru Kemendagri melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah dengan nomor 505/255/Keuda perihal Tindak Lanjut Surat Edaran Mendagri Nomor 903/145/SJ tanggal 12 Januari 2021 yang ditujukan kepada seluruh Gubernur hingga Bupati-Wakilota seluruh Indonesia.

Dalam edaran tersebut, pada poin (3) dijelaskan bahwa pemda dapat melakukan proses penatausahaan di luar SIPD, yang secara bersamaan tetap direkam dalam SIPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lambat setiap akhir bulan dengan tetap berkoordinasi dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah.

Hal itu dilakukan berdasarkan monitoring dan evaluasi pada tanggal 15 Januari 2021 terdapat 399 (tiga ratus sembilan puluh sembilan) Pemerintah Daerah atau 73,62% yang telah menggunakan tahapan penatausahaan dalam SIPD. Namun, ada beberapa kendala dalam penerapan SIPD pada tahapan penatausahaan pengelolaan keuangan daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2021 yang meyebabkan terjadinya distorsi data dalam tahapan penatausahaan dimaksud, antara lain: ada sebanyak 98 (sembilan puluh delapan) Pemerintah Daerah belum melakukan pemutakhiran referensi atas program, kegiatan, sub-kegiatan dan kode rekening secara menyeluruh pada tahapan perencanaan dan penganggaran dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2021.

Untuk itu, Pemerintah Daerah harus melakukan pemutakhiran referensi atas program, kegiatan, sub-kegiatan dan kode rekening secara menyeluruh dalam SIPD Tahun Anggaran 2021 melalui penyesuaian pada tahapan penganggaran.

Selain itu, dalam Surat Edaran tersebut disampaikan, ada 67 (enam puluh tujuh) Pemerintah daerah melakukan penghapusan/perubahan jadwal penganggaran setelah masuk jadwal penatausahaan, sehingga proses pengaliran data dari tahapan penganggaran ke tahapan penatausahaan pengelolaan keuangan daerah tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, Pemerintah daerah harus memastikan seluruh proses pada tahapan penganggaran telah sesuai untuk dilakukan proses pengaliran data ke dalam tahapan penatausahaan.

Kemudian, Ditjen Bina Keuda Kemendagri juga mencatat ada 202 (dua ratus dua) Pemda yang berbeda pemahaman Unit dan Sub-Unit Organisasi dalam SIPD, sehingga bermasalah dalam Rencana Anggaran Kas (RAK) dan Validasi DPA, hal ini juga terjadi tahapan penatausahaan yang berkaitan dengan Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). Untuk itu, Pemda wajib melakukan penyesuaian profil SKPD pada pengaturan awal SIPD.

Dalam Surat Edarannya, Ditjen Bina Keuda mengakui, untuk proses adaptasi mengoperasionalkan SIPD, sehingga menyebabkan Pemda meminta dilakukan koreksi balik atas proses tahapan penatausahaan yang sudah dilakukan. Untuk itu, Pemda harus memastikan seluruh proses tahapan penatausahaan sudah siap diproses sesuai siklus tahapan penatausahaan secara berkelanjutan.


SIPD, Diperkuat atau Dihentikan?

Kesimpulan saya sebagai seorang yang pernah terlibat dalam instansi Pemerintahan dan saat ini mengamati dari luar tata kelola Pemerintahan serta birokrasi, dari kacamata pihak luar saya memandang: memang paling mudah menjadikan SIPD sebagai kambing hitam atas karut marut sistem input pelaporan anggaran dan administrasi keuangan daerah. Bahkan persoalan keterlambatan gaji ASN di banyak Pemda, juga menuding SIPD sebagai biang keroknya.

Saya melihatnya, kendala Pemda selama ini hanya persoalan teknis. Padahal Kemendagri beberapa tahun belakangan sebelum menerapkan kebijakan SIPD yang mulai berlaku di tahun 2021 sudah massif mensosialisasikan bagaimana petunjuk teknis pengoperasian SIPD.

Beberapa kendala seperti kelemahan sinyal jaringan di daerah yang diakibatkan keterbatasan kemampuan provider jasa pelayan jaringan internet untuk mengakses SIPD, sehingga yang disalahkan adalah ketidaksiapan SIPD.

Selain itu, sejumlah SKPD di Pemda banyak yang belum mensinkronkan kodefikasi sehingga urusan penatausahaan tidak sesuai dengan kode yang diminta dalam SIPD.

Padahal, tujuan SIPD ini sangatlah baik dimana dengan digitalisasi laporan keuangan, tidak ada lagi ruang gelap untuk oknum di Pemda melakukan penyelewengan. Jejak digital akan merekam dengan baik segala aktivitas program dan penggunaan anggaran di daerah.

SIPD sebagai sebuah platform Information Technology (IT) tentu saja semangat awalnya untuk mempermudah, mempercepat dan memperlancar pekerjaan. Namun, yang terjadi, karena kendala teknis dan belum siapnya Pemda merespons perubahan pelaporan yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga masih ada saja oknum di daerah yang terganggu kenyamanannya selama ini untuk memainkan anggaran dalam laporan pertanggungjawabannya.

Namun tidak semua kendala di lapangan karena itu, ada juga yang memang terkendala teknis seperti belum siapnya jaringan internet dan ketidaksesuaian memasukkan kode SKPD.

Karena itu, terlalu naif jika menuding SIPD menghambat pembangunan di daerah, menunda penyerapan APBD, dan sebagainya.

Memang benar sebelum ada aplikasi SIPD, ada aplikasi Sistem Informasi Manajemen Perencanaan Penganggaran dan Pelaporan (Simral) dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang relatif sudah berjalan dengan baik (settled). Namun semangat Kemendagri ialah agar data keuangan daerah bisa terintegrasi dengan pusat. Jadi tidak lagi daerah mengirim Laporan APBD yang berbundel-bundel, dimana 1 bundel tebalnya bisa setinggi badan orang dewasa.

Selain itu, kelebihan SIPD dibanding aplikasi lain di daerah seperti Simda atau Simral, Pemda tidak lagi harus membeli server karena server menginduk dari Kemendagri. Pemda hanya menginput data dari link yang disediakan Kemendagri.

Ada juga yang menuding SIPD dilepas begitu saja tanpa adanya simulasi pelatihan atau trial and error. Itu salah besar. SIPD ini sudah disiapkan bahkan sebelum diterbitkannya Permendagri No.90 Tahun 2019.

Aplikasi SIPD, pada proses perencanaan dan penganggaran sudah berjalan baik. Namun, pada proses penatausahaan masih mengalami kendala teknis yang dikeluhkan sejumlah SKPD di Indonesia.

Untuk mensiasatinya, sejumlah Pemda menggunakan aplikasi pendamping yakni Simral. Ditjen Bina Keuda Kemendagri juga tidak melarang Pemda menggunakan aplikasi lokal. Namun tetap harus melakukan perekaman di SIPD.

Saya melihat, Ditjen Bina Keuda Kemendagri terbuka untuk melakukan berbagai saran/masukkan dengan tujuan perbaikan. Aplikasi SIPD masih perlu penyempurnaan yang disesuaikan dengan regulasi terbaru.

Sederhananya, polemik atas SIPD ini jangan sampai membuat kita mundur ke belakang. Jika ada kekurangan dalam SIPD, ke depannya jika ada hal yang dirasa kurang pas dalam komunikasi atau sosialisasi kebijakan penerapan SIPD,  maka dirasa perlu koordinasi yang lebih intensif antara pusat dan daerah agar tercipta harmonisasi serta sinkronisasi satu data Pemerintahan.

Untuk itu, SIPD harus diperkuat dan dipertahankan. Semoga dengan segala kritikan dan evaluasi yang ada, ke depan tata kelola Pemerintahan kita yang akuntabel dan transparan menjadi lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun