Kita tahu, yang mahal dari kaum milenial itu semangat, ide, gagasan dan militansinya. Mereka dihargai karena karya dan lompatan inovasinya.
Meski kita sadari peran milenial dalam setiap suksesi politik hanya sebagai pemain pinggiran. Oligarki di tubuh Partai politik selalu dimainkan oleh kaum tua. Anak muda hanya menjadi pemain figuran.
Faktor figur telah menggeser dominasi mesin parpol dalam memengaruhi pilihan. Dalam kontestasi pilkada, figur yang diusung jauh lebih penting ketimbang partai yang mengusung.Â
Dalam hal ini, kaum milenial harus mendukung anak muda dalam Pilkada ini, karena anak muda sendiri lah yang paham bagaimana mengakomodir kepentingan kaum milenial.
Kewajiban kaum milenial adalah berpartisipasi aktif mengawal setiap perubahan yang dilakukan melalui sistem politik. Selain itu, anak muda juga harus bersikap tanggap terhadap kebijakan pemerintah.Â
Mereka tidak boleh berdiam diri dan hanya menjadi penonton yang mengamini semua tindakan atau kebijakan pemerintahan. Akan tetapi harus dan bahkan wajib memiliki kesadaran intelektual-kritis.
Kita tahu, Pilkada di tengah pandemi ini telah mendorong setiap tahapannya dibatasi, terutama metode kampanye yang diarahkan untuk mengoptimalkan pertemuan secara virtual.
Kampanye di media sosial pun akan lebih ramai lagi, karena itu potensi berita hoaks dan negatif campaign serta black campaign akan sangat besar sekali.
Di titik itulah anak muda sebagai generasi yang melek teknologi dan user terbanyak media sosial bisa mengambil peran dalam mensukseskan Pilkada aman Covid-19.Â
Bagaimana caranya? Ya, tentu saja bisa menjadi motor utama mendorong para Paslon dan Timsesnya untuk mengoptimalkan kampanye virtual ketimbang kampanye tatap muka.
Jika para Paslon bersama pendukungnya meminimalisir kampanye dengan mengumpulkan massa atau bertatap muka secara langsung, hal tersebut bisa mencegah potensi penyebaran Covid-19.