Penulis: Ni Wayan Amanda Suardyana Putri
"Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: Lawan!" -- Wiji Thukul
Demonstrasi adalah bagian penting dari demokrasi serta menjadi wadah aspirasi rakyat untuk mendapatkan ruang dan perhatian. Sejarah menunjukkan bahwa banyak perubahan besar lahir dari jalanan ketika suara masyarakat disalurkan melalui aksi kolektif, namun ada pula fakta lain, yaitu demonstrasi bisa berubah menjadi kerusuhan ketika provokasi muncul di antara massa.
Demonstrasi tidak bermasalah, tetapi cara kita merespons yang menjadi masalah. Bagaimana suatu sikap kolektif dapat memperparah situasi? Mengapa massa demonstrasi yang awalnya kondusif, dapat berubah menjadi tidak terkendali? Perspektif psikologi sosial memberi kita kacamata untuk memahami mekanisme tersebut sekaligus memberi panduan agar masyarakat tetap waspada, tidak mudah terprovokasi, dan tetap berjuang secara benar.
Demonstrasi sebagai Fenomena Psikologi Sosial
Demonstrasi merupakan fenomena sosial yang memperlihatkan energi kolektif, solidaritas, dan ekspresi kepedulian terhadap isu yang menjadi perhatian bersama. Dari sudut pandang psikologi sosial, dinamika suatu massa dapat bergerak ke berbagai arah yang menguatkan solidaritas dan altruisme, akan tetapi juga berpotensi dipengaruhi oleh provokasi. Mekanisme psikologi sosial yang terjadi di dalamnya membantu menjelaskan bagaimana perilaku individu bisa berubah ketika menjadi bagian dari kelompok besar.
Deindividuasi: Identitas pribadi yang larut dalam "kami" membuat seseorang merasa anonim dan kerap kali lepas dari tanggung jawab. Pada akhirnya, tindakan yang seharusnya tidak dilakukan dapat terjadi di bawah bayang-bayang perlindungan kelompok. Contohnya, melakukan vandalisme dan kekerasan fisik, hingga merusak fasilitas umum [1]
Konformitas: Tekanan sosial di tengah massa menyebabkan seseorang beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perilaku mayoritas. Bahkan massa yang semula damai bisa terdorong ikut berteriak atau bertindak keras agar tidak dianggap pengecut [2]
Polarisasi Kelompok: Interaksi sesama massa yang pada awalnya memperkuat sikap, kemudian berubah menjadi lebih ekstrem. Protes yang awalnya moderat dapat bergeser ke tuntutan dan aksi yang lebih keras [3,4]
Penularan Sosial (Social Contangion): Perilaku emosi, atau ide dapat menyebar secara cepat melalui interaksi yang terjadi dalam kelompok sosial, seperti penyakit yang menular dari satu orang ke orang lain. Fenomena ini disebabkan karena kecenderungan individu untuk meniru individu lainnya. Hal ini dapat diamati dalam berbagai situasi, contohnya seperti mengikuti perilaku agresi di tengah kerumunan [5,6].
Keempat dinamika ini menunjukkan bahwa massa bukan sekadar kumpulan individu, melainkan sistem psikologis kolektif yang rentan terhadap provokasi.