Mohon tunggu...
Kastrat BEMFIKES
Kastrat BEMFIKES Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kementrian Kajian dan Aksi Strategis BEM FIKES UB

Kementrian Kajian dan Aksi Strategis BEM FIKES UB memiliki salah satu program kerja Warta Kastrat yang bertujuan untuk memberikan informasi terkait isu-isu dan kajian terbaru yang berkembang di tengah lingkungan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pakai Dana Negara untuk Keluarga dan Pribadi, Inikah Tren Baru Para Menteri?

17 Mei 2024   05:34 Diperbarui: 17 Mei 2024   05:34 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi-Ma'ruf Amin) masih mempunyai PR besar yang harus diselesaikan sebelum masa jabatannya berakhir tahun depan, yakni membersihkan kabinet dari kasus-kasus korupsi. Seharian kemarin (3/10) saja, media-media di tanah air memberitakan berbagai kasus korupsi di lingkaran pemerintah pusat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus dugaan korupsi yang terjadi di beberapa kementerian. Mulai Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Untuk kasus di Kementan, Kamis (28/9) lalu tim penyidik KPK telah menggeledah rumah dinas dan kantor Menteri Pertanian (Mentan) inisial SYL. Dalam penggeledahan itu, KPK menemukan uang senilai Rp30 miliar dan 12 pucuk senjata api. Lalu, Senin (2/10), KPK memeriksa dua orang saksi, yakni inisial FD dan RA.

Beredar di media sosial infografis kelakuan bekas Menteri Pertanian alias SYL yang menggambarkan kemana aliran dana Kementerian Pertanian yang dipimpin SYL, politisi salah satu partai di Indonesia. Dana tersebut mengalir untuk membayar dokter kecantikan anak SYL, membayar renovasi rumah anak SYL, ulang tahun cucu SYL, skincare anak-cucu SYL, pembelian onderdil kendaraan anak-anak SYL, dan sejumlah pengeluaran lainnya. 

Korupsi ini menjadi paling gila karena semua urusan keluarganya dibiayai negara. Aliran dana kementerian itu diceritakan oleh staf atau para pembantu SYL di persidangan terbuka untuk umum. Dana haram itu dipakai untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau partai politik. Untuk membeli sepeda, untuk membayar biduanita, termasuk untuk menyumbang pembangunan tempat ibadah. Majelis hakim pun seperti terbelalak mendengar bagaimana dana kementerian itu dijadikan "bancakan" keluarga SYL. 


Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM Silmy Karim mengatakan bahwa Menteri Pertanian inisial SYL belum terdeteksi masuk ke Indonesia usai lawatannya dari Roma Italia dan Spanyol, sementara tugas pencarian hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum. Silmy mengatakan pihaknya belum menerima surat permintaan dari KPK terkait kebutuhan penyidikan terhadap SYL, termasuk surat permintaan dimasukkannya SYL ke daftar pencarian orang (DPO).

Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menyebut, kasus korupsi dan pemerasan yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) inisial SYL sangat tidak etis. Pasalnya, SYL memeras para anak buahnya hingga miliaran rupiah untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Modus korupsi yang dilakukan secara "terang-benderang" menunjukkan bahwa Dana Operasional Menteri (DOM) masih rawan disalahgunakan. Di sisi lain, menurut Peneliti Zaenur Rochman juga mengatakan bahwa pengawasan terhadap penggunaan DOM dianggap "tumpul".

Peneliti dari PUKAT UGM, Zaenur Rochman mengatakan bahwa modus korupsi yang memanfaatkan dana operasional menteri (DOM) dan memungut biaya dari anak buahnya sudah menjadi praktik yang lumrah terjadi secara struktural. Ia menilai bahwa praktik tersebut seringkali lama untuk terungkap hingga akhirnya terakumulasi dan "meletus"  dikarenakan para pejabat yang bekerja di bawah kepala lebih memilih untuk bungkam karena khawatir kehilangan jabatan.

Peneliti TII, Sahel Al Habsyi, mengatakan bahwa pemerasan di dalam institusi pemerintah sudah menjadi rahasia umum dan ada beberapa kasus dimasa lalu yang menunjukkan tren serupa terjadi pula di deretan kementerian. Ia merujuk pada kaitannya dengan meritokrasi, yakni penempatan orang di satu posisi tidak berdasarkan kompetensi atau rekam jejak. Selain itu, ada pula ongkos politik yang ditanggung oleh pemegang kuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun