Mohon tunggu...
MArifin Pelawi
MArifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa S3

Seorang pembelajar tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Elastisitas dalam Permintaan

28 Desember 2020   19:30 Diperbarui: 28 Desember 2020   20:00 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara soal elastisitas pada ilmu ekonomi, pada tingkat dasar bisa dilihat pada hubungan antara harga dan kuantitas permintaan. Seperti yang diketahui bahwa hukum dasar dari permintaan yaitu perubahan harga memiliki efek negatif terhadap jumlah barang yang diminta.

Elastisitas sendiri menunjukkan sensitivitas hubungan antara perubahan pada harga (P) mempengaruhi perubahan jumlah permintaan barang (Qd). Istilahnya adalah PED (price elasticity of demand)  atau ED tergantung buku mana yang dipakai.


Lagu di atas menggambarkan posisi yang sangat tidak elastis. Pokoknya kumau dia apa pun yang terjadi baik mau harganya mahal atau murah sebagaimana pun tidak bergeming. Keadaan di mana ga mau move-on.

Pada tingkat seekstrem ini maka bisa disebut perfectly inelastic demand. Untuk cinta yang tidak bisa move on ini berapa pun angka perubahan harga tidak akan pengaruh karena jumlah permintaan tidak berubah atau 0. Matematikanya :

PED = 0

Keadaan yang inelastic sendiri bisa ditunjukkan pada permintaan jumlah beras dan permintaan harga di Indonesia. Ini keadaan yang pada titik masih sulit move on. Walau bisa tapi ga maksa-maksa amat ga akan mau berpindah. Kebanyakan dari kita, yang ga biasa makan keju dan roti atau para mahasiswa ngekos yang sudah biasa pada akhir bulan menjadi pemakan segalanya asal ada, sangat tergantung pada makan nasi. 

Walau sudah makan roti, daging, sayuran bahkan mie tetap belum makan selama belum ada nasi pada orang-orang yang tidak elastis ini. Barang seperti ini, mau harganya makin mahal permintaan ya ga bisa dikurangi banyak. Sebab memang sudah susah pindah ke lain hati. Kalu harganya naik  1000 tentu tidak langsung dari makan 2 piring jadi 1 piring kan? Paling jadi 2 piring jadi dua piring kurang 3 sendok makan.

Hal ini menyebabkan para penjual sangat senang dengan barang seperti ini dan suka berkonspirasi bersama. Mereka bisa meraup untung besar-besaran kalau menguasainya karena mereka bisa jual mahal tanpa mengurangi banyak permintaan jumlahnya. Nah, di sini ini kadang para ahli pemuja ekonomi free market bilang pemerintah boleh turun tangan karena di sini pasar tidak berdaya dan disebut dengan nama bulenya market failure.

Hanya saja ada juga barang yang sangat tidak elastis tapi pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Misalnya pada  barang branded. Barang-barang branded sangat tidak elastis terhadap harga dan merupakan tempat para pengusaha-pengusahanya bisa mendulang uang sebanyak-banyaknya sementara konsumennya malah senang diminta duit lebih banyak.

Kalau misalnya kaos Supreme naik dari 2 juta ke 2,5 juta kan tidak akan membuat banyak konsumennya gagal beli dan mengurangi permintaan yang memang sudah begitu, kan? Sebab gara-gara tambah 500 rb, Hypebeast yang sangat ber-culuture itu harus ganti jadi pakai Zara atau M&S gitu? Ow, I mean like bagaimana gitu!!

Paling mereka cuma harus mengurangi dari beli satu seminggu jadi sekali tiap 8 hari misalnya. Para ekonomis bilang keadaan tidak elastis ini menunjukkan hubungan antara perubahan harga (P) dan perubahan jumlah barang yang diminta (Qd) tidak elastis atau inelastic. Kodenya untuk cinta yang sulit move on ini sendiri:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun