Selasa, 21 Februari 2023
Pekan Biasa VII, (Mrk 9: 30-37)
Idealnya, orang yang tidak mengerti harus berani bertanya. Tapi kenyataannya sulit sekali untuk bertanya. Ini kita lihat atau mungkin kita alami sendiri sewaktu di bangku SD. Pada umumnya kita malu bertanya meski tidak mengerti. Hanya beberapa yang berani bertanya.
Para murid Yesus tentu bukan kumpulan murid SD tapi orang-orang dewasa yang terpilih. Mereka terpilih karena dipanggil oleh Yesus. Bukan karena keahlian mereka. Dan seperti kita baca dalam Injil, kemampuan mereka rupanya tidak membuat mereka berani bertanya. Di hadapan pemberitaan tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, otak mereka sama sekali tak paham. Dan mereka tidak berani bertanya.
Meski tidak mengerti maksudnya, atas pewartaan Yesus ini, mereka mulai pasang strategi. Kehilangan Yesus dari tengah mereka mendorong mereka bertanya, siapa yang akan menduduki posisi Yesus. Di sini para murid bukan lagi bicara soal panggilan. Tapi soal pangkat nomor satu. Karena soal pangkat, Yesus juga masuk dan menjelaskan posisi yang baik menurut jalan pikiran Yesus.
Bagi Yesus, orang nomor satu adalah orang nomor terakhir. Maksudnya siapa yang jadi pemimpin, dia harus jadi pelayan untuk orang lainnya. Dengan demikian, orang nomor satu adalah dia yang menjangkaui semua, termasuk yang lemah. Bukan dia yang duduk di atas kursi dan tunggu dilayani. Anak kecil adalah gambaran yang pas untuk posisi seorang pemimpin. Siapa yang bisa melayani anak kecil yang lemah, dialah orang besar.
Pandangan seperti ini tentu bertolak belakang dengan logika dunia kita. Tapi dengan ajaran ini, Yesus mengajak kita untuk menjadi pelayan yang benar. Maksudnya pelayan yang melayani mulai dari kaum yang lemah. Dalam kenyataannya, pemimpin seperti ini akan dicela. Apalagi tidak ada pamornya sama sekali. Tapi bagi Yesus, melayani itu bukan untuk mencari pamor, tapi mencari yang tak dijangkaui. Maka, hari ini kita dipanggil untuk bertanya diri: siapkah saya menjadi orang besar tapi yang melayani orang kecil?
🙏Salve🙏
😇