Mohon tunggu...
Kasiani S.ST
Kasiani S.ST Mohon Tunggu... TPP ACEH

Pendamping Lokal Desa di Manyak Payed, Aceh Tamiang. Menulis untuk mendokumentasikan kerja-kerja sunyi di desa, menyuarakan realita lapangan, dan menerjemahkan bahasa kebijakan dengan suara warga. Saya bukan jurnalis, tapi setiap hari mencatat apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan di desa. Karena yang dianggap biasa oleh orang kota, seringkali adalah perjuangan besar bagi warga desa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalau eHDW di Anggap Biasa, Biarlah Kami Pendamping Desa Menganggapnya Luar Biasa #KompasianaDESA

1 Oktober 2025   13:05 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini janji kecil saya pada para KPM akhirnya saya tepati. Empat buah tas bundar dengan motif pintu Aceh yang saya pesan lewat TikTok akhirnya sampai. Bukan hadiah mewah, tapi simbol rasa terima kasih saya untuk orang-orang yang rela saya ganggu siang malam hanya demi satu hal: data.

Saya ajak mereka berkumpul di Babena. Begitu kotak saya buka, saya bilang, "Senang tidak senang, kalian harus pasang ekspresi bahagia, ya!" Seketika tawa pecah. Dari balik kotak muncullah tas bundar itu. Entah benar-benar senang atau pura-pura senang, yang jelas tawa mereka jadi hadiah balik untuk saya.

Kenapa saya sampai repot menghadiahi KPM? Karena di tengah banyak pihak yang menganggap eHDW hanya aplikasi tambahan, kami di desa justru meyakini: inilah jantung pembangunan manusia. Kalau ada yang menganggap eHDW biasa-biasa saja, bagi kami para pendamping desa, data ini justru luar biasa nilainya.

Data adalah Nafas Pembangunan

Surat resmi dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan tanggal 9 September 2025 menegaskan bahwa desa bersama KPM dan PLD wajib melakukan pendataan baru, update keluarga berisiko stunting, pemantauan lapangan, serta meningkatkan disiplin pendataan melalui aplikasi eHDW.

Artinya jelas, ini bukan sekadar kesibukan tambahan, tapi amanat negara dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting.

Tanpa data, pembangunan gampang salah arah:

  • Anak sehat dapat bantuan, anak stunting malah terlewat.

  • Anggaran jalan, tapi masalah gizi tetap membengkak.

  • Desa bekerja, tapi bukti nyaris tidak ada.

Dengan eHDW, desa punya peta jalan. Kita tahu siapa yang perlu intervensi, kapan harus dilakukan, dan bagaimana mengukur hasilnya.

Lebih dari itu, data eHDW memberi banyak keuntungan nyata bagi desa:

  • Sebagai dasar kebijakan desa. RPJMDes dan RKPDes bisa lebih terarah, karena berbasis fakta lapangan, bukan sekadar dugaan.

  • Meningkatkan posisi tawar desa. Saat ada program tambahan dari pemerintah pusat atau provinsi, desa yang punya data jelas akan lebih diperhitungkan.

  • Membantu mengukur dampak. Desa bisa melihat perubahan dari tahun ke tahun: apakah intervensi benar-benar berhasil atau hanya seremonial.

  • Menguatkan peran KPM. Mereka bukan sekadar pelengkap administrasi, melainkan garda depan pembangunan manusia.

  • Membangun kepercayaan warga. Masyarakat akan percaya bahwa pemerintah desa tahu siapa yang perlu dibantu dan bagaimana cara membantu.

Bergerak Karena Kesadaran, Bukan Karena Perintah

Saya sadar, sampai hari ini belum ada instruksi detail yang "memaksa" semua orang bergerak. Bahkan, ketika desa mencoba menganggarkan honor untuk petugas input, sering dianggap tidak penting. Padahal, bukankah kerja-kerja besar selalu dimulai dari hal-hal yang dianggap kecil?

Tapi, apakah kepedulian harus menunggu perintah?

Saya memilih untuk tidak. Saya tetap membersamai KPM. Saya tetap mengajak mereka mengisi data. Dan saya tahu, semangat ini menular: rekan-rekan pendamping di kecamatan juga mulai menggerakkan KPM mereka.

Seperti api kecil, ia mungkin terlihat sepele. Tapi kalau ditiup dengan konsistensi, ia bisa menyala lebih besar.

Penutup: Data Adalah Warisan

Bagi saya, tas bundar itu hanyalah simbol kecil. Yang besar adalah semangat KPM yang tetap rajin input meski tidak ada insentif, tidak ada tepuk tangan.

Karena sejatinya, data bukan sekadar angka di aplikasi. Data adalah warisan desa untuk generasi berikutnya. Apalagi ini bukan sekadar data, tapi eHDW---warisan digital desa yang kelak menentukan arah pembangunan manusia.

Jadi, kalau ada yang masih menganggap data ini biasa-biasa saja, biarlah. Kami di desa akan terus menganggapnya luar biasa---karena dasar hukumnya jelas, manfaatnya nyata, dan masa depan desa memang harus ditopang oleh data.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun